POLITIK
HUKUM
MAKALAH
Diajukan Guna
Memenuhi Tugas Kelompok
Dalam Mata
Kuliah Politik &
Hukum Tata Negara
Dosen Pengampu: Dr.
MUNTOHA,
S.H., M.A.
Disusun Oleh :
SUMARNO 10340124
WAHYU AGUNG RIYADI 10340199
PRODI
ILMU
HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
“Law
is a command of the Lawgiver” (hukum adalah
perintah dari penguasa), dalam arti perintah dari mereka yang memiliki
kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan. Sistem hukum akan selalu berkembang dan berubah
sesuai dengan kemajuan bangsa dan Negara, atau konstruksi politik Negara,
sebagaimana diuraikan bahwa salah satu unsur yang penting dari konstruksi
politik yang harus menjiwai sistem hukum adalah falsafah dasar Negara dan
pandangan hidup bangsa.[1]
Dalam hal ini, hukum Indonesia erat kaitannya dengan politik, yang kemudian
muncul tawar-menawar kekuatan politik di parlemen sangat kuat dominan memberi
warna hukum, khususnya hukum Tata Negara dan HAN. Dengan demikian sulit
dihindari bahwa hukum memang produk politik. Namun setelah menjadi hukum, maka
politik harus tunduk kepada hukum. Karena Indonesia adalah Negara hukum sesuai
dengan pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah Negara
Hukum”.
2.
Pokok
Permasalahan
Yang
menjadi pokok permasalahan dalam makalah
ini
adalah sebagai berikut:
a. Hubungan antara
politik dan hukum.
b. Konfigurasi
politik dan karakter produk hukum
3. Metode Penulisan
Makalah
ini disusun dengan menggunakan metode
studi kepustakaan, yaitu dengan
mengumpulkan sumber penulisan
dari bahan-bahan bacaan berupa buku,
jurnal,
internet, dan bahan pustaka
lainnya.
Secara
umum, makalah ini diharapkan dapat memperluas wawasan pembaca dan menjadi
referensi bagi pihak yang berkepentingan sehingga diharapkan tidak hanya
mengetahui tetapi juga memahami politik hukum di Indonesia, khususnya. Adapun
secara khusus, makalah ini bertujuan
sebagai
berikut. Pertama, menjelaskan
Hubungan antara politik dan
hukum. Kedua,
menjelaskan konfigurasi politik
dan karakter produk hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Politik dan Hukum
Politik dalam KBBI adalah pengetahuan tentang
ketatanegaraan dan kenegaraan (seperti tata sistem pemerintahan maupun dasar
pemerintahan)[2].
Sedangkan hukum adalah peraturan atau adat yang dianggap secara resmi mengikat,
yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah[3].
Menurut
Prof, Zainuddin Ali, M.A, Hukum adalah pelembagaan aturan. Ketika masyarakat
menyadari bahwa kekuasaan setiap individu perlu dikontrol oleh hukum maka hak
dan kewajiban tidak ditentukan oleh yang berkuasa, melainkan oleh yang diakui
bersama sebagai suatu kebenaran. Adapun Politik adalah permainan kekuasaan.
Dalam Masyarakat yang tidak berhukum (hukum rimba), melarat dan berbudaya
rendah pun, politik tetap ada.[4] Di dalamnya
terdapat segala cara untuk meningkatkan kekuasaan individu atau kelompok.
Menurut prof. Subekti, Politik juga bisa di artikan segala daya upaya yang
dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang
bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup
sesuai dengan hak-hak asasi yang ada.
Pengertian politik hukum itu sendiri adalah kebijaksanaan
penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan kriteria
untuk menghukumkan sesuatu (menjadikan
sesuatu sebagai Hukum). Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan
pembentukan hukum dan
penerapannya.
Sedangkan menurut Sadjipto Rahardjo Politik Hukum adalah aktivitas untuk
menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara-cara yang hendak dipakai
untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.[5] Moh. Mahfud MD berpendapat bahwa Politik Hukum (dikaitkan di Indonesia ) adalah sebagai berikut :
a. Bahwa definisi atau pengertian hukum
juga bervariasi namun dengan meyakini adanya persamaan substansif antara
berbagai pengertian yang ada atau tidak, sesuai dengan kebutuhan penciptaan
hukum yang diperlukan.
b. Pelaksanaan ketentuan hukum yang
telah ada , termasuk penegasan Bellefroid dalam bukunya Inleinding Tot
de Fechts Weten Schap in Nederland
Mengutarakan
posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu. Politik hukum
merupakan salah satu cabang atau bagian dari ilmu hukum, menurutnya ilmu
hukum terbagi atas :
- Dogmatika Hukum
- Sejarah Hukum
- Perbandingan Hukum
- Politik Hukum
- Ilmu Hukum Umum
1. Ilmu Hukum Umum
Tidak
mempelajari suatu tertib hukum tertentu , tetapi melihat hukum itu sebagai
suatu hal sendiri, lepas dari kekhususan yang berkaitan dengan waktu dan
tempat. Ilmu Hukum umum berusaha untuk menentukan dasar- dasar pengertian
perihal hukum , kewajiban hukum , person atau orang yang mampu bertindak dalam
hukum, objek hukum dan hubungan hukum. Tanpa pengertian dasar ini tidak mungkin
ada hukum dan ilmu hukum. Berdasarkan
atas posisi ilmu politik hukum dalam dunia ilmu pengetahuan seperti yang telah diuraikan
, maka objek ilmu politik hukum adalah “ HUKUM “. Hukum yang berlaku sekarang , yang berlaku diwaktu yang
lalu, maupun yang seharusnya berlaku diwaktu yang akan datang. Yang dipakai untuk mendekati atau mempelajari objek politik hukum
adalah praktis ilmiah bukan teoritis ilmiah. Penggolongan lapangan Hukum yang klasik atau tradisional dianut dalam tata hukum di Eropa dan tata hukum
Hindia Belanda :
- Hukum Tata Negara
- Hukum Tata usaha
- Hukum Perdata
- Hukum Dagang
- Hukum Pidana
- Hukum Acara
Lapangan Hukum Baru :
- Hukum Perburuhan
- Hukum Agraria
- Hukum Ekonoimi
- Hukum Fiskal
Pembagian
Hukum secara tradisional antara lain : Hukum Nasional terbagi mejadi 6 bagian
diantaranya :
1.
Hukum Tata Negara
2.
Hukum adminitrasi Negara
3.
Hukum Perdata
4.
Hukum Pidana
5.
Hukum Acara Perdata
6.
Hukum Acara Pidana
Hukum
Nasional tradisional Mengandung “ Ide ”, “ asas ”, “ nilai “, sumber
hukum ketika semua itu dijadikan satu maka disebut kegiatan POLITIK HUKUM
NASIONAL.
III.
Pengaruh Politik Dalam Karakter Produk Hukum di Indonesia
A.
Peranan Struktur dan Infrastruktur Politik
Menurut Daniel S. Lev, yang paling menentukan dalam proses
hukum adalah konsepsi dan struktur kekuasaan politik. Yaitu bahwa hukum sedikit
banyak selalu merupakan alat politik, dan bahwa tempat hukum dalam negara, tergangtung
pada keseimbangan politik, defenisi kekuasaan, evolusi idiologi politik, ekonomi,
sosial, dan seterusnya.
Walaupun kemudian proses hukum yang dimaksud tersebut di
atas tidak diidentikan dengan maksud pembentukan hukum, namun dalam prateknya
seringkali proses dan dinamika pembentukan hukum mengalami hal yang sama, yakni
konsepsi dan struktur kekuasaan politiklah yang berlaku di tengah masyarakat
yang sangat menentukan terbentuknya suatu produk hukum. Maka untuk memahami
hubungan antara politik dan hukum di negara mana pun, perlu dipelajari latar
belakang kebudayaan, ekonomi, kekuatan politik di dalam masyarakat, keadaan
lembaga negara, dan struktur sosialnya, selain institusi hukumnya sendiri.
Pengertian hukum yang memadai seharusnya tidak hanya memandang
hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga (institutions) dan
proses (process) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam
kenyataan.
Dari kenyataan ini disadari, adanya suatu ruang yang absah
bagi masuknya suatu proses politik melalui wadah institusi politik untuk
terbentuknya suatu produk hukum. Sehubungan dengan itu, ada dua kata kunci yang
akan diteliti lebih jauh tentang pengaruh kekuasaan dalam hukum yakni mencakup
kata “process” dan kata“institutions,” dalam
mewujudkan suatu peraturan perundang-undangan sebagai produk politik. Pengaruh
itu akan semakin nampak pada produk peraturan perundang-undang oleh suatu
institusi politik yang sangat dpengarhi oleh kekuata-kekuatan politik yang
besar dalam institusi politik. Sehubungan dengan masalah ini, Miriam Budiarjo
berpendapat bahwa kekuasaan politik diartikan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya,
sesuai dengan pemegang kekuasaan (M.Kusnadi, SH., 2000 : 118). Dalam proses
pembentukan peraturan hukum oleh institusi politik peranan kekuatan politik
yang duduk dalam institusi politik itu adalah sangat menentukan. Institusi
politik secara resmi diberikan otoritas untuk membentuk hukum hanyalah sebuah
institusi yang vacum tanpa diisi oleh mereka diberikan kewenangan untuk itu.
karena itu institusi politik hanya alat belaka dari kelompok pemegang kekuasaan
politik. Kekuatan- kekuatan politik dapat dilihat dari dua sisi yakni sisi
kekuasaan yang dimiliki oleh kekuatan politik formal (institusi politik) dalam
hal ini yang tercermin dalam struktur kekuasaan lembaga negara, seperti
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan lembaga-lembaga negara lainnya dan sisi
kekuatan politik dari infrastruktur politik adalah seperti: partai politik,
tokoh-tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat,
organisasi profesi dan lain-lain. Dengan demikian dapatlah disimpilkan bahwa
pembentukan produk hukum adalah lahir dari pengaruh kekuatan politik melalui
proses politik dalam institusi negara yang diberikan otoritas untuk itu.
Seperti telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa
teori-teori hukum yang berpengaruh kuat terhadap konsep-konsep dan implementasi
kehidupan hukum di Indonesia adalah teori hukum positivisme. Pengaruh teori ini
dapat dilihat dari dominannya konsep kodifikasi hukum dalam berbagai jenis
hukum yang berlaku di Indonesia bahkan telah merambat ke sistem hukum
internasional dan tradisional. Demikian pula dalam praktek hukum pun di tengah masyarakat,
pengaruh aliran poisitvis adalah sangat dominan. Apa yang disebut hukum selalu
dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan, di luar itu, dianggap bukan
hukum dan tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukum. Nilai-nilai dan norma
di luar undang-undang hanya dapat diakui apabila dimungkinkan oleh
undang-undang dan hanya untuk mengisi kekosongan peraturan perundang-undang
yang tidak atau belum mengatur masalah tersebut.
Pengaruh kekuatan-kekuatan politik dalam membentuk hukum
dibatasi ruang geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional
berdasarkan checks and balances, seperti yang dianut Undang-Undang
dasar 1945 (UUD 1945) setelah perubahan. Jika diteliti lebih dalam materi
perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara adalah mempertegas
kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas
batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan
fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang
demikian disebut sistem “checks and balances”, yaitu
pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada
yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama di atur berdasarkan
fungsi-fungsi masing-masing.
Dengan sistem yang demikian, memberikan kesempatan kepada
setiap warga negara yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh produk
politik dari instutusi politik pembentuk hukum untuk mengajukan gugatan
terhadap institusi negara tersebut. Dalam hal pelanggaran tersebut dilakukan
melalui pembentukan undang-undang maka dapat diajukan keberatan kepada Mahkmah
Konstitusi dan dalam hal segala produk hukum dari institusi politik lainnya
dibawah undang-undang diajukan kepada Mahkamah Agung.
B.
Pengaruh Kelompok Kepentingan dalam Karakter Produk Hukum
Di luar kekuatan-kekuatan politik yang duduk dalam
institusi-instusi politik, terdapat kekuatan-kekuatan lainnya yang memberikan
kontribusi dan mempengaruhi produk hukum yang dilahirkan oleh
institusi-institusi politik. Kekuatan tersebut berbagai kelompok kepentingan
yang dijamin dan diakui keberadaan dan perannya menurut ketentuan hukum sebagai
negara yang menganut sistem demokrasi, seperti kalangan pengusaha, tokoh
ilmuan, kelompok organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh agama,
lembaga swadaya masyarakat dan lain-lain. Bahkan UU. R.I. No. 10 tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Per-Undang-Undangan, dalam Bab. X menegaskan
adanya partisipasi masyarakat yaitu yang diatur dalam Pasal 53 : “Masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan
atau pembahasan Rancangan Undang Undang dan Rancangan Peraturan Daerah.”
Kenyataan di atas menunjukan bahwa pengarh masyarakat dalam
mempengaruhi pembentukan hukum, mendapat tempat dan apresiasi yang begitu luas.
Apalagi sejak tuntutan masyarakat dalam mendesakkan reformasi disegala bidang
berhasil dimenangkan, dengan ditandai jatuhnya orde baru di bawah kepemimpinan
Suharto yang otoriter, maka era reformasi telah membawa perubahan besar di
segala bidang ditandai dengan lahirnya sejumlah undang-undang yang memberi
apresiasi yang begitu besar dan luas. Dalam kasus ini, mengingatkan kita kepada
apa yang diutarakan oleh pakar filsafat publik Walter Lippmann, bahwa opini
massa telah memperlihatkan diri sebagai seorang master pembuat keputusan yang
berbahaya ketika apa yang dipertaruhkan adalah soal hidup mati (Walter
Lippmann, 1999 : 21).
Kenyataan yang perlu disadari, bahwa intensnya pengaruh
tuntutan masyarakat terhadap pembentukan hukum dan lahirnya keputusan-keputusan
hukum dapat terjadi jika tuntutan rasa keadilan dan ketertiban masyarakat tidak
terpenuhi atau terganggu Karena rasa ketidakadilan dan terganggunya ketertiban
umum akan memicu efek opini yang bergulir seperti bola salju yang semakin besar
dan membahayakan jika tidak mendapat salurannya melalui suatu kebijakan produk
hukum atau keputusan yang memadai untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut.
Satu catatan penting yang perlu dikemukakan disini untuk
menjadi perhatian para lawmaker adalah apa yang menjadi
keprihatinan Walter Lippmann, yaitu :”Kalu opini umum sampai mendomonasi
pemerintah, maka disanalah terdapat suatu penyelewengan yang mematikan,
penyelewengan ini menimbulkan kelemahan, yang hampir menyerupai kelumpuhan, dan
bukan kemampuan untuk memerintah. Karena itu perlu menjadi catatan bagi para
pembentuk hukum adalah penting memperhatikan suara dari kelompok masyarakat
yang mayoritas yang tidak punya akses untuk mempengaruhi opini publik, tidak
punya akses untuk mempengaruhi kebijakan politik. Disnilah peranan para wakil
rakyat yang terpilih melalui mekanisme demokrasi yang ada dalam struktur maupun
infrastruktur politik untuk menjaga kepentingan mayoritas rakyat, dan memahami
betul norma-norma, kaidah-kaidah, kepentingan dan kebutuhan rakyat agar
nilai-nilai itu menjadi hukum positif.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian
Filosofis dan Sosiologis, Cet. II, Penerbit Gunung Agung, Jakarta,
2002.
Daniel S. Lev, Hukum Dan Politik di Indonesia,
Kesinambungan dan Perubahan, Cet I, LP3S, Jakarta, 1990.
Lili Rasyidi & Ira Rasyidi, Pengantar Filsafat
dan Teori Hukum, Cet. ke VIII, PT Citra Adtya Bakti, Bandung 2001.
—————————–, Pengantar Filsafat Hukum, Cet.
III, CV Mandar Maju, Bandung, 2002.
Bushar Muhammad, Asas_Asas Hukum Adat, Suatu
Pengantar, Cet. ke 4, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.
Fletcher, George P, Basic Concepts of Legal Thougt, Oxford
University Press, New York, 1996.
Mieke Komar, at al., Mochtar Kusumaatmadja: Pendidik
dan Negarawan, Kumpulan Karya Tulis Menghormati 70 Tahun Prof. DR. Mochtar
Kusumaatmadja, SH, LLM, Alumni, Bandung, 1999.
Otje Salman, Teori Hukum, Mengingat Mengumpulkan dan
Membuka Kembali, PT Refika Aditama, Bandung, 2004.
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cet.
ke 27, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar
Demokrasi, Cet. I, Konstitusi Press, 2005.
Lippman, Walter. Filsafat Publik, Terjemahan
dari buku aslinya yang berjudul ” The Publik Philosophy,oleh A.
Rahman Zainuddin, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 1999.
0 komentar:
Posting Komentar
Reaksi