Senin, 16 September 2013 0 komentar

Bahaya Minum Berdiri

Dalam hadist disebutkan "janganlah kamu minum sambil berdiri". Dari segi kesehatan, air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler berotot yang bisa membuka dan menutup agar  air kemih bisa lewat. Dan ternyata sfringer ini hanya bekerja pada saat kita duduk. Sehingga jika kita minum atau makan sambil berdiri, air yang masuk ke dalam tubuh akan masuk begitu saja tanpa disaring oleh sfringer.
Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada `pos-pos' penyaringan yang berada di ginjal. Jika kita minum sambil berdiri, air yang kita minum otomatis masuk tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih. Ketika menuju kandung kemih itu terjadi pengendapan di saluran sepanjang ureter. Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter inilah awal mula munculnya bencana. Yaitu mulai muncul penyakit kristal ginjal, salah satu penyakit ginjal yang sungguh berbahaya.
Bahkan Rasulullah sendiri sejak 1400 tahun yang lalu melarang minum sambil berdiri. Apalagi jika makan sambil berdiri, itu justru lebih berbahaya. Pada saat duduk, apa yang diminum atau dimakan seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lambat. Jika minum sambil berdiri, maka cairan minuman akan jatuh dengan keras ke dasar usus, menabraknya dengan keras. Dan jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam waktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang kemudian menyebabkan disfungsi pencernaan.
Adapun Rasulullah SAW pernah sekali minum sambil berdiri, tapi itu disebabkan ada sesuatu yang menghalangi beliau untuk duduk, seperti penuh sesaknya manusia. Dan ini bukan merupakan kebiasaan beliau. Ingat azas darurat!
Pada saat berdiri tubuh manusia dalam keadaan tegang. Setiap  organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras untuk mempertahankan semua otot tubuh agar tetap tegak. Ini menyebabkan manusia tidak bisa mencapai ketenangan yang merupakan syarat terpenting pada saat makan dan minum. Ketenangan ini hanya bisa dihasilkan pada saat duduk, di mana syaraf berada dalam keadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siap untuk menerima makanan dan minum dengan cara cepat.
Makanan dan minuman yang disantap pada saat berdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi saraf kelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang mengelilingi usus. Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidak berfungsinya saraf (vagal inhibition) yang parah. Akibatnya bisa mematikan detak jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak.
Bila terbiasa makan dan minum sambil berdiri secara terus-menerus terbilang berbahaya bagi dinding usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung. Para dokter melihat bahwa luka pada lambung 95% terjadi pada tempat-tempat yang biasa berbenturan dengan makanan atau minuman yang masuk.
Jumat, 17 Mei 2013 0 komentar

Aku, FLP dan Dakwah Kepenulisan



Sering aku mendengar tentang FLP, tapi tak pernah tahu apa saja kegiatannya. Yang aku tahu hanyalah komunitas para manusia yang suka dan hobi menulis. Nah sebenarnya aku mulai suka menulis dari sejak di MA dulu namun karena suatu hal, entah apa aku sempat vakum di dunia menulis. Semakin menjamurnya penulis-penulis di Indonesia, semakin menarik perhatian hatiku, seakan minta diperhatikan padahal sedikitpun tidak.
Menulis seakan menjadi candu yang bermula dari canda, iseng menulis di diary harian dulu, dengan menulis pula aku bisa tuliskan apa yang semua aku rasakan, tak perlu apakah akan ada yang membacanya atau tidak, tapi dengan menulis aku bisa lupakan segala rasa yang ada dalam hati yang sudah terlanjur tersayat emosi diri melihat kejadian-kejadian yang ada dalam negeri ini.
Maraknya kasus-kasus tindak pidana menjadikan negeri ini semakin bedebah saja rasanya. Moral bangsa yang sudah terlanjur pesimis seakan surga bagi koruptor, melengang bebas pergi plesiran ke luar negeri setelah membawa jarahannya, mentalitas bangsa yang kian tergilas idealitasnya akan nilai-nilai yang tersemat dalam pancasila, pun jua mentalitas penegak hukum yang kian hancur, bahkan mentalitas guru yang digugu lan ditiru pun ikut tergilas idealitasnya. “Korupsi sudah menjadi budaya”, sepenggal kalimat tersebut pernah diucapkan Bung Hatta puluhan tahun silam ketika usaha pemberantasan korupsi Pertamina gagal. Sejak itu anggapan bahwa korupsi sudah menjadi budaya bangsa Indonesia kian populer. Rangkaian kata-kata tersebut seolah seperti sebuah kalimat sakti yang kebenarannya masih dapat kita buktikan hingga detik ini. Memang pada saat itu tidak banyak yang diseret ke Pengadilan dan dimasukkan ke dalam bui. Akan tetapi, karya sastra ternyata lebih jujur dari manusia. Karya sastra justru mampu merekam sejarah dan menyimpan sejuta cerita dalam dokumentasi perjalanan bangsa ini.
Semakin banyak penulis muak dengan hal ini semua, hingga pada suatu waktu banyak karya yang bermunculan, yang pada intinya mereka yakin karena lewat tulisan-lah dapat menggugah jiwa-jiwa yang keras hatinya, dakwah untuk kebaikan tidak hanya selalu lewat action, apalagi dengan anarkis. Bagaimana mau didengar, dilihat, didukung oleh yang lainnya, tingkah lakunya saja tidak jauh dari sifat ke-hewan-an. Bukti riil adalah bahwa batu sekeras karang pun dapat hancur oleh percikkan air laut yang lembut, begitu juga hati manusia, hati yang keras bukan diselesaikan dengan tindakan yang keras, apalagi anarkis. Rasulullah pun demikian, tidak sedikit pun beliau membalas semua tindakkan kekerasan dengan hal yang serupa.
Menurut hemat saya, dakwah tidak sekedar aksi dan aksi, kalau semua seperti itu, siapa yang mau menceritakkannya kepada cucu-cucu kita nanti. Kalau cuma aksi melulu yang ada justru saling pertumpahan darah, justru rekaman sejarah dokumentasi bangsa yang tak tertulis hanya gambaran ilustrasi tanpa adanya penjelasan tertulis.
Memang benar adanya kalimat “tidak semua yang kau tulis mereka baca, dan tidak semua yang mereka baca kau tulis”. Kalimat itu sebagai pelecut dan penyulut ghiroh untuk merubah dunia lewat tulisan semoga tertancap dalam-dalam. Karena dengan menulis banyak fakta kehidupan yang membuktikan, bahwa memang menulis mampu menjadikan orang-orang yang hidupnya penuh dengan masalah, jauh dari masa depan yang menjanjikan sebuah harapan, masa depan yang suram, yang  justru meruntuhkan percaya diri, untuk kembali menjadi pribadi yang penuh rasa percaya diri dan siap menyongsong hidup dengan segudang prestasi. Aamiin ya Mujiba Sailiin J
0 komentar

Ketika Maslahah Menjadi Masalah

Mungkin cerita ini belum berlangsung lama, sore tadi kampus kembali geger dengan aksi mahasiswa yang menuntut untuk menurunkan rektorat karena tak tegas dalam mengambil sikap terkait permasalahan pemilwa. Berniat mencari maslahah justru menimbulkan masalah yang membuncah. Tuntutan yang tak didengarkan justru menimbulkan amarah massa dari Aliansi Partai Mahasiswa, kampus rakyat justru dikenal dengan anarkisme-nya, padahal belum lama ini citra baik kampus berlabel UIN baru diperkenalkan, perjuangan para mahasiswa dalam Debat Konstitusi tak digubris, moral yang kian terkikis, pemilwa yang penuh dengan diksi politis justru menampakkan nilai anarkis, bengis, dan kadang gak logis.

Menurut hemat kami, Ini semua karena kurangnya pendidikan dalam berpolitik. Sudah seharusnya kampus memberikan pendidikan politik kepada mahasiswanya, sudah seharusnya kampus melibatkan mahasiswa dalam setiap kebijakannya, agar tak lagi ada perlakuan seperti ini, ingin dihargai ya harus menghargai, kritis boleh namun tetap mengedepankan nilai akademis, bukan dengan gerakan anarkis merusak fasilitas Negara, mengganggu kegiatan belajar mengajar, dengan sikap yang terkadang kurang ajar. Padahal ada embel-embel Islam namun berbanding terbalik dengan kampus lainnya yang kesannya masih lebih baik mereka yang berpaham komunis, mereka justru lebih mengedepankan nilai sosialis.

 

Di satu sisi tuntutan yang dilakukan APM tak ada hasil, pun jua rektorat yang sudah terlanjur fasilitasnya terusak oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab, tangan yang lempar batu sembunyi tangan, tangan yang diam ketika diminta pertanggung jawaban. Banyak pemimpin saat ini lebih mengedepankan percaya diri tinimbang tahu diri, yang ada justru menang jadi arang kalah jadi abu, keduanya sama-sama rugi. Pihak rektorat yang melibatkan satpam kampus guna menghadang aksi massa yang sweeping ke area rektorat justru terlibat baku hantam, masing-masing kedua pihak terdapat korban, entah apa maunya, entah siapa yang memulai. Ketika ditanyai masing-masing menjawab bahwa pihaknya yang benar, mereka lagi-lagi bersikukuh dalam kebeneran pribadi, yang ada malah sakit hati, mereka menang kalahpun sama-sama menderita. Teringat peribahasa selain diatas, bahwa Raja Adil Raja Disembah, Raja Lalim Raja Disanggah adalah pemerintah yang bersifat adil akan dipatuhi, sedangkan jika pemerintah sewenang-wenang terhadap rakyatnya akan dilawan. Dan ini yang terjadi di kampus putih, kampus perlawanan, apa-apa yang bertentangan dengan kebijakan yang menindas mahasiswa pasti akan dilawan, namun car melawan yang salah justru menimbulkan masalah, padahal berniat tuk mendapatkan maslahah. dan beginilah kesimpulannya, mencari maslahah menimbulkan masalah. Semoga mahasiswa kita semua tetap kritis dan idealis namun tetap mengedepankan nilai akademis, tidak semua masalah harus diselesaikan dengan aksi anarkis, perlakuan yang bengis, karena masalah bisa diselesaikan dengan dunia tulis menulis.

Karena seribu tentara tak ada artinya dibanding sebuah tulisan yang tajam menggelora (Adolf Hitler).

 

 

Jumat, 12 April 2013 0 komentar

Euphoria atau Kebutuhan... Geliat Parpol Memburu Artis


Geliat Parpol memburu Artis (Euphoria atau Kebutuhan)

Masih ingat terpilihnya beberapa artis menjadi anggota DPR?, pernah kita mencoba menilai kinerja mereka? Apakah eksistensi peran mereka benar-benar ada atau hanya sebagai pelengkap saja dari Pemerintahan yang ada? Atau jangan-jangan kita apatis terhadap hal ini?

Belum lama ini salah satu parpol setelah meminang pengusaha kenamaan pemilik MNC Group (red-HT) sebagai anggota/kader, mereka kembali meminang dua orang artis, yakni artis senior Meriam Belina dan salah satu diva penyanyi pop Indonesia yakni Krisdayanti. Entah apa tujuannya. Meskipun keduanya belum berpengalaman di dunia politik, parpol ini langsung menjadikan kedua artis ini menjadi Wakil ketua Dewan Kehormatan Srikandi parpol, yang membawa tagline “muda, bersih dan amanah. Mereka berdua merasa terhormat dipinang oleh parpol ini, mereka juga ingin berkontribusi seperti para artis yang sebelumnya meramaikan pentas dunia politik. Sebelumnya Iis Dahlia dan Andre Hehanusa pun ikut terjun masuk ke partai ini dan mereka jadi bacaleg entah mewakili daerah mana, penulis mengakui bahwa elektabilitas partai ini cukup bersih dan baik, namun jika perekrutan anggotanya hanya mengandalkan artis yang belum berpengalaman justru akan menjadi momok yang menguntungkan atau justru merugikan bagi partai sendiri.

Dalam hal ini di tulisan sebelumnya, penulis menjabarkan bahwa Bapak guru bangsa (Tan Malaka) menjelaskan tentang konsep suatu Negara khususnya Indonesia, Ia menjelaskan bahwa Negara harus fleksibel, artinya ada sisi demokrasi yang harus diwujudkan. Namun menurut hemat penulis bahwa bukan nilai demokrasi yang berlaku saat ini, dimana demokrasi sekarang telah berubah dari nilai-nilai yang harus dipertahankan, demokrasi yang mulanya diartikan dengan “suara rakyat adalah suara Tuhan” namun sekarang  berubah menjadi “suara rakyat adalah suara syaithan”. Jadi dapat disimpulkan dalam hal ini demokrasi yang dimaksud adalah demokrasi  yang memiliki batasan-batasan, dimana masyarakat tetap bisa menyampaikan aspirasi dan melakukan aktifitas politik, sementara pemerintah memberi batasan hingga sejauh mana masyarakat bisa masuk ke dalam arena politik. Bisa disimpulkan demokrasi yang berlaku sekarang adalah semua person bisa memasuki dalam dunia politik dan menjadi politisi.

Padahal kita ketahui bersama, jika semua elemen masyarakat masuk dan terjun dalam politik justru akan memperpecah konsep dari Negara itu sendiri. Dimana semua individu mempunyai kepentingan masing-masing yang justru menjadikan dikotomi kekuasaan yang akhirnya satu sama lain saling menjatuhkan, yang kemudian demokrasi tidak lagi berjalan untuk mewakili aspirasi dari rakyat, tidak lagi berupaya untuk kepentingan sosial namun demokrasi menjadi sebuah jalan untuk memperebutkan kekuasaan. Kita ketahui bersama politik saat ini menjadi cara untuk mendapatkan kekuasaan, tidak sedikit para artis yang ikut terjun ke dalam dunia politik, baik dia berangkat dari partai politik maupun independen yang masuk ke dalamnya. Hal ini makin memperkuat bahwa demokrasi yang berjalan saat ini tidak lagi berjalan secara sehat, dunia politik yang mulanya sebuah dunia profesionalitas berubah menjadi dunia oportunis yang dipenuhi para artis yang tidak sedikit dari mereka tidak mengerti tentang politik. Padahal sudah seharusnya orang-orang yang ingin terjun ke dalam dunia politik tidak mau tidak harus mempunyai pengalaman minimal dalam bidang hukum dan politik. Konsep demokrasi yang digagas oleh Tan Malaka menganjurkan agar semua person tidak terjun dalam dunia politik. Menurutnya tak ada masalah terkait partai dan pemilu, namun tetap harus ada batasan-batasan bahwa hal yang harus didahulukan adalah kepentingan sosial dengan tidak menjadikan kepentingan individu masuk ke dalam dunia politik.

Ketika teman-temanku ditanya soal parpol yang berburu artis atau sebaliknya ada yang menjawab kurang-lebih demikian, Dalam beberapa hal yang utama mungkin bagi mereka nama dan dana, lagipula tidak mungkin mereka ditawari iming-iming biasa, wong dunia artis lebih banyak menhasilkan duit.

Ada juga yang menjawab bahwa keduanya sah-sah saja dalam dunia perpolitikan. Terkait parpol yang memburu artis, hal ini tentu berkaitan dengan pencitraan, dan itu satu hal yang wajar dan tidak haram dalam perpolitikan, sebaliknya ia juga menanggapi artis yang terjun ke politik itu boleh-boleh saja, konstitusi pun membolehkan warganya turut serta dalam pemerintahan dan diakomodir dalam UU HAM mengenai hak berpolitik, selama dia seorang yang kredibilitasnya tinggi, kapabilitasnya dan kompetensi di bidangnya. Ia jua menegaskan bahwa parpol punya hak untuk memburu siapapun yang dapat meningkatkan elektabilitas partainya. Yang menentukan siapa yang bakalan masuk dalam pemerintahan? Ya masyarakatnya yang harus memilih secara cerdas atau sebaliknya.

Ketika ditanya tentang batasan dalam demokrasi di Negara ini, ia dengan lantang menegaskan bahwa itu bukan demokrasi konstitusional seperti yang ada saat ini, kalau ada batasan itu jelas demokrasi otoriter. Pun jua ketika ditanyakan tentang peran parpol memberi pendidikan politik itu agak susah, karena tidak sedikit juga masyarakat yang apatis terhadap politik, melihat saking banyaknya conflict of interest di Negara Indonesia tercinta ini, ia menegaskan bukan hanya parpol namun juga Negara mempunyai peran urgen dalam hal ini.  

Adapula yang mengatakan bahwa memang keadaannya seperti itu, a da yang benar-benar kompeten di bidangnnya, niat yang mulia, tapi beberapa bahkan major mungkin niat utamanya sudah terdistorsi niat beradaptasi di dunia modern. (Uang, uang, dan uang).
0 komentar

Bambang versus Brambang


Tulisan ini terinspirasi karena berita-berita di televisi yang saya tonton dan beberapa surat kabar yang saya baca.

Kau masih ingat kasus daging impor sapi, kasus TNI vs POLRI dan kasus korupsi yang engkau elu-elukan tiap hari-harimu? Teriaknya kepada Bambang, ya kali ini si Brambang meneriaki Bambang saat ia menyepelekan hal-hal yang justru mempunyai peran urgen dalam kebijakan pemerintah yang ia ambil. Brambang berteriak “yes aku berhasil memalingkanmu untuk lebih perhatian kepadaku, kau baru sadar aku punya peran penting dalam hidup ini” hah?

Setelah menjadi momok yang selalu menakuti bawang putih, kini justru Brambang bersahabat dengannya, ia tak lagi mementingkan siapa yang paling dicintai ibu-ibu rumah tangga, pedagang sayur, dan penjual penyetan, hingga pemerintah. Dan kini jelas Brambang berkomplot dengan si putih untuk melawan rezim si Bambang,  ia bilang kepada bawang putih kalau kamu berani menaikkan harga jualmu, kenapa aku tidak?.

Miris memang saat mengetahui kedua bawang ini tiap hari harganya makin melonjak, mencekik para ibu-ibu rumah tangga, pedagang sayur dsb. Di lain sisi memang ini amat sangat menguntungkan bagi para petani bawang, khususnya Brebes yang terkenal dengan Brambangnya. Tapi di sisi lain bisa jadi ini permainan para petani ekslusif, (red:petani=pengusaha besar) Para petani desa pun ikut meneriakkan hak-haknya, “hai Bambang mengapa kau menyalahkan kami? Bukankah kau yang inginkan pembatasan barang-barang yang berbau impor? Bukankah ini kebijakan yang kau ambil? Tak tahu mengapa semua pihak memprotes, melawan rezim si Bambang yo (red:SBY), mungkin lebih karena ia selalu menjadikan rakyat sebagai korban dari kebijakan pemerintah yang salah.

Di Jakarta harga brambang menyentuh angka 50rb rupiah/kilogram, sedangkan si putih mencapai 100rb rupiah/kilogramnya, di Jogja brambang menyentuh angka 60rb rupiah/kg. Dan saat kami kau anggap tak pernah ada, saat kau lebih mementingkan korupsi daging sapi, tomat dan cabe, kini kau tiba-tiba menggugat kami, kau salahkan kami saat kau tak pernah mau menanam (memproduksi) sendiri, giliran kami meraup keuntungan besar, kalian bilang petani Brambang mendzholimi pemerintah. Terus dimana pemerintah saat kami merasakan kegagalan panen, saat kami kalah karena ulahmu yang lebih mengandalkan barang-barang impor, ulah kita yang lebih mementingkan fluktuasi harga barang-barang elektronik seperti (i-pad, gadget, computer, laptop, dsb) dimana kalian semua? Saat kami dianggap tak pernah ada? Kini saat kami datang mencekik, kalian tiba-tiba datang berteriak dan meminta maaf kepada kami, minta maaflah kepada mereka yang selalu mengurusi kami saat kami dianggap hal yang sepele, tapi jangan pernah sekalipun kau meminta maaf kepada si Bambang yo (red:SBY).

Semoga kita sadar dan tidak pernah menyepelekan hal-hal yang justeru mempunyai perang yang sangat urgen dalam kehidupan ini. Mungkin ini imbas dari kemarahan bawang putih kepada brambang yang selama ini menyakitinya, kini ia membuktikan bahwa ia lebih pedih daripada brambang. [el-fath]

       

                                                        Yogyakarta, 14 Maret 2013

0 komentar

Aaaaarrgggghh


Aaaaarrrrrrgggghhh ………………..

Cerita sobat karibku yang sedang fokus mengurus skripsinya. Ia bilang hari ini calon imamnya dan orang tuanya datang ke rumah, dan Alhamdulillah kita sudah menentukan tanggal pernikahan kita, lha aku kapan aku mulai memberanikan diri lagi untuk mengkhitbah pujaan hati, setelah kejadian dulu, justeru aku malah ditinggal menikah untuk kedua kalinya, rasanya semakin hancur lebur hati ini, ya hancur berkeping-keping, Bolehkah aku bercerita? Mula-mula ia sekedar hanya ingin tahu atau mungkin sok akrab denganku, tanya sana-sini, ini-itu, dan kini ia mulai berani mengungkapkan perasaan itu, aku menghargainya, entah karna rasa yang sama atau sekedar tak ingin membuatnya sakit, apakah aku PHP-in dia atau apa istilahnya aku pun tak tahu….

Apakah ia benar-benar yang Tuhan telah pilihkan untukku? Tapi aku tak pernah merasa seperti yang dulu aku rasakan kepadanya, pada seorang putri yang biasa aku panggil Bulan, tak tahu mengapa, rasanya ini rasa yang salah, aku tak pernah sedikitpun merasa ada keharusan untuk merebut hatinya seperti yang kurasa dulu, mengapa ini terjadi lagi? Bukankah itu hanya kamuflase? Apakah memang sudah takdir bagiku yang hanya bisa mencinta, tanpa untuk dicinta? Berjuta Tanya kembali hadir di kepala yang rasanya semakin pecah….

Tak terasa sudah setengah abad menjalani kehidupan ini, tak terasa sudah tiga tahun menginjakkan kaki di Jogjakarta. Begitu banyak pengalaman dan pertemanan baru kualami, aku tak merasa dapat apa-apa, dari enam semester ini belum banyak yang aku dapat, aku belum bisa bahagiakan wali yang telah biayai kuliahku selama ini, belum bisa bahagiakan orang tua yang selama ini menyebutku dalam lantunan do’a yang tulus mereka panjatkan kepada-Nya untukku. Aku masih tertipu dengan perasaan sendiri, merasakan sedih berkepanjangan.

Tapi setidaknya aku tahu, cinta sejatinya selalu seperti uang logam yang memiliki dua sisi dan semuanya saling berkesinambungan, saling melengkapi, aku tak mau lagi memberikan janji manis namun palsu, tak ingin lagi untuk benar-benar yakin bahwa kau terbaik untukku, bahkan bertemu sekali pun tak pernah, kita hanya dipertemukan lewat foto dan suara, dan kita tak pernah tahu karakter dan perasaan masing-masing. Cinta datang tidak tiba-tiba. Karena itu jelas bukanlah cinta melainkan nafsu semata yang tak pernah tahu batasan etika, batasan norma yang ada. Aku paham ini memang baik, apalagi pacaran setelah menikah, namun sebelum menikah ijinkan aku mengkhitbah dengan caraku sendiri, jangan kau debat aku dengan caramu, bahkan satu pendapat saja kita tak tak pernah se-iya sekata. Lalu kau yakin ini cinta, setelah kau ungkapkan semua, pertemuan sepintas lewat dunia maya kau menilaiku dengan cara seperti apa? Semua yang kamu ungkapkan jelas hanya rasa ingin dimanja dan ingin diperhatikan, bukan karena untuk menjadi ma’mumku. Aku pun tak pernah tahu rasa apa yang ada dalam benakku ini, benarkah cinta? Atau hanya sekedar rasa kasihan belaka? Tak tega melihat kau seperti ini, tak tega melihat engkau disakiti melulu, ini jelas rasa kasihan, rasa bukan karena cinta, namun lebih karena saying seorang kakak kepada adiknya, tidak lebih-tidak kurang. Aku tak pernah merasakan hal yang lebih kepadamu, tak pernah sedikitpun……….

Maafkan aku….

 
Jumat, 18 Januari 2013 0 komentar

Ketika Sastra Menyuarakan Pemilwa


 

Oleh: Assa El-Fath

 

"Maraknya kasus anarkis yang terjadi dalam Pemilwa dua periode akhir-akhir ini tidak hanya menyeret sejumlah nama partai mahasiswa yang masih aktif sampai para mahasiswa yang datang hanya saat Pemilwa dilakukan, yang hanya merusak budaya belajar berpolitik di kampus putih yang pro demokrasi dan justru sering meyakiti hati civitas akademik.

 Bukan hanya karena kecewa dengan mental para pejabat kampus yang berdiri untuk satu golongan tertentu, namun juga kecewa atas buruknya sistem pengawasan atas pelaksanaan operasional sebuah miniatur bangsa dalam kampus. Apalagi akhir-akhir Pemilwa ini marak dibahas mengenai penggelembungan suara pada saat Pemilwa yang hanya menjadikan saksi sebagai boneka yang hanya bisa melihat proses pencoblosan di balik bilik kotak suara. Para pemilih yang melakukan curang bisa melenggang bebas kembali setelah menuntaskan misi tersebut, ya misi penggelembungan suara atau penggemblungan suara (pembodohan).

Sejak itu anggapan bahwa  Pemilwa yang anarkis dan terkadang rasis sudah menjadi budaya kampus yang kian populer. Rangkaian kata-kata tersebut seolah seperti sebuah kalimat sakti yang kebenarannya masih dapat kita buktikan hingga detik ini. Sejak pemilwa ini diadakan kerap kali terjadi kerusuhan, masih teringat lekat dalam ingatan kerusuhan Pemilwa 2005 yang pada waktu itu masih dikenal oleh masyarakat kampus IAIN, kemudian tahun 2010 kemarin tidak sedikit terjadi gesekan antar golongan, EGM dan partai mahasiswa yang berpartisipasi dalam pemilwa. Memang pada masa itu tidak banyak terdengar kabar ada mahasiswa yang diseret ke pengadilan atau masuk bui karena kasus pemilwa. Akan tetapi, karya sastra ternyata lebih jujur dari manusia. Karya sastra mampu merekam sejarah dan menyimpan sejuta cerita dalam dokumentasi perjalanan kampus putih ini.
0 komentar

Ketika Cinta Menyapa Part 2


Yogyakarta, 17  Januari 2013

        Setetes cinta yang tertawan Dan benih kasih yang tersipu. Berbalut asa dan doa. Cinta bukan hanya rangkaian dua hati bukan pula  pertautan dua jiwa. Namun ia adalah pertanggungjawaban. Hingga tibalah tiupan ruh Jadilah,... Maka jadilah kamu!

Adindaku terkasih,... ^_^

Tak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi di depan nanti. Bahkan ketika kedipan mata serta hembusan nafas yang keluar dari tubuh fana hilang dihisap oleh alam sekitar. Kita tak pernah tahu apakah masih ada kesempatan untuk sekali lagi mengedipkan mata. Bahkan kita tak bisa menjamin pada diri sendiri untuk sekedar bisa menarik nafas yang sama pada detik berikutnya, kecuali hanya dengan izin Sang Empunya hidup hingga Allah Subhaanahu wa ta'ala memberikan iradah-Nya. Dan sesungguhnya, takdir jualah yang telah menuntun kita dan mempertemukan kita hingga di titik ini. Maka begitulah yang telah terjadi di saat itu. Masa- masa di mana benih cinta kita akan dipersatukan dalam sebuah ikatan yang sakral, ikatan bentuk pengejawantahan cinta hakiki, yakni ikatan pernikahan. Hingga Allah Subhaanahu wa ta'ala pula yang telah menciptakan dan menumbuhkembangkan benih suci dari buah kasih itu bersama hujan cinta-Nya. Kemudian kau telah mengalami suatu masa disaat  semua menjaga serta merawatmu dari detik ke detik dalam pelukan rahim kasih sayang. Lalu waktu pun terus berlalu sampai tiba sebuah hari saat semua orang di sekeliling berharap-harap cemas saat menantikan kehadiranmu. Adindaku kini kau telah beranjak dewasa sama seperti diriku, Semoga pertemuan ini selalu menjadi nikmat bagiku dan berkah bagi kita semua.

Pagi ini tak seperti biasanya, kali ini langit menggambarkan mentari seakan ingin memuntahkan siluet-siluet cahaya, bertaburan menerangi alam ini yang telah lama tak merasakan hangat sinarnya. Tepat jarum jam tangan menunjukkan arah angka 08.00, Schedule mengikuti seminar Internasional tak kusia-siakan, tinimbang berdiam diri di kamar tak ada kerjaan, niatanku ba’da dzuhur nanti datang ke PKSI untuk menanyakan password Gerbang Wi-fi UIN yang aku lupa, karena tak pernah memakainya, tapi syukur semua terlewati begitu mudahnya, lewat telephone aku selesaikan masalah itu tanpa harus repot datang ke PKSI. Di  kampus aku berpapasan dengan temanku cewek yang bermobilitas tinggi, cukup perfect dalam bidang keilmuan, mungkin karena lebih sering baca buku, berita pun aktual tak pernah ketinggalan, satu hal yang diingat dia nge-fans berat sama Dekan FSH. Seiring berjalannya waktu, pagi pun berubah menjadi siang, tapi satu hal yang tak bisa dilupakan, kali ini langit tak lagi memancarkan cahaya kedamaian, kali ini langit mendung, awan pun tertutup oleh kabut yang memang sengaja menutupi dan enggan berpindah dari tempatnya. Suasana langit pun berubah, seakan memuntahkan percikan-percikan hujan yang tak mampu dibendung oleh benda apapun. Hujan pun turun tak terelakan lagi, tepat saat adzan sholat dzuhur berkumandang, akupun bergegas meninggalkan segala pekerjaan guna memenuhi panggilan suci, pangilan yang menggetarkan jiwa dalam dada, senantiasa memperbanyak do’a dan dzikir kepadanya, meminta semoga Adinda memang benar jodohku dan tak akan tertukar lagi, mengharap kita terikat dalam ikatan suci yang menggabungkan dua jiwa, mempertautkan dua hati dalam ikatan cinta sejati, bernama Pernikahan. Aku berharap tahun depan kau sudah siap, bukan karena mementingkan egoku, aku tetap ingin kau menjadi seorang Hafidzah dan tak akan kuhalangi niat tulusmu dalam menghafal Al-qur’an, Semoga kita tak pernah kehilangan kepercayaan dan komitmen dalam Long distance relationship ini ……. Aamiin.
0 komentar

Adindaku Kau telah Dewasa

Yogyakarta 19 januari 2013
Ketahuilah Adindaku,...!
Kini kau semakin beranjak dewasa, kau bukan lagi seorang gadis kecil yang tak tahu apa-apa.  Kini Kau sedang hidup pada sebuah zaman di mana waktu dan tempat yang seolah telah menjadi sebuah dimensi yang serba mudah diakses. Tak ada yang tak diketahui oleh siapapun tentang sesuatu yang sedang terjadi di belahan bumi lain pada saat bersamaan. Berbagai macam kecanggihan tekhnologi telah memungkinkan siapapun untuk menyampaikan apa yang diinginkannya pada orang lain. Termasuk fasilitas informasi serta telekomunikasi yang telah berkembang dengan sedemikian cepatnya. Maka telepon genggam (handphone), televisi, radio, sampai dengan internet telah menjadi sarana yang umum di dalam menyebarkan informasi sekaligus propaganda. Arus informasi yang berasal dari segala macam sumber dan kepentingan akan sangat mudah membentuk kepribadian serta pola pikirmu bila kau tak memiliki benteng yang kuat. Belum lagi dengan fenomena kemunculan media-media cetak tak bermoral yang semakin hari semakin mudah ditemukan di jalanan. Majalah, surat kabar, tabloid, sampai dengan komik dan novel yang berjejer manis cuma berisikan gossip-gosip yang dibungkus sedemikian rupa juga cerita-cerita hasutan bagi jiwa serta impian semu. Dan itu bisa sangat mudah untuk kau dapatkan di setiap tempat. Akhirnya, kenyataan itu hanya semakin menambah runyamnya wajah duniamu saat ini. Kau pun juga harus mengerti bahwa masyarakat yang ada di sekitarmu adalah sekumpulan orang-orang yang ‘sakit’. Masyarakat yang tampak baik-baik saja itu sebenarnya adalah sebuah bangunan rapuh yang bisa dihempaskan dengan mudah kapan saja, bahkan oleh tiupan angin yang lembut sekalipun. Mereka terjajah dengan kecanggihan tekhnologi, salah memanfaatkan fasilitas ini, yang justru mengacaukan  perkembanganmu menjadi pribadi yang ‘akil baligh’ tidak hanya dewasa kerna usia namun juga perlu menciptakan pribadi yang terbentuk pola pikir yang kreatif, inovatif dan dinamis.
 
Rabu, 16 Januari 2013 0 komentar

Ketika Cinta Menyapa


Yogyakarta 16 Januari 2013,

Cuaca siang kali ini melukiskan apa yang kurasa, panas berkalut mendung seakan langit ingin menumpahkan air hujan ke bumi ini, seperti biasa jika liburan semester telah tiba, apa yang kutakutkan terjadi lagi, padahal baru kemarin rasanya berkumpul, bersenda gurau bersama, mengitari kota Yogyakarta menuju Klaten. Belum hilang memori indah hari kemarin. Tapi kini kesendirian hanyutkanku dalam sebuah lamunan. Aku rasa malam ini tak seindah malam kemarin. Sapu batinku meluruh, tatapmu sekilas dan sungguh, bersama engkau aku hanya kepala tanpa rencana, telanjang kata-kata, Sunyi……

Sempat terucap dalam hati “teman sejati menangis ketika Anda tinggalkan, sementara teman-teman palsu meninggalkanmu ketika Anda menangis” sebuah kalimat yang berarti jawaban apa yang ada dalam hati dan pikiran. Satu persatu mereka bebas datang dan lebih bebas lagi pergi, tak ada alasan melekat untuk kau mengikatnya apalagi untuk mengguruinya, mereka bebas tentukan akal dan pikirannya sendiri meski terkadang ada sesak dalam dada, mereka mendekat  saat kita dibutuhkan, mampir sesaat dalam ingatan saat kita berikan sebuah keuntungan. Pagi ini banyak sekali aku membuat schedule untuk hari ini, berharap tidak ada lagi waktu yang terbuang sia-sia, tapi apa mau dikata hari ini tidak sejalan dengan schedule yang aku miliki. Ketika adzan dzuhur berkumandang datanglah seorang teman mengajakku untuk pergi ke sebuah tempat pemancingan, “moro seneng” nama tempatnya berlokasi tidak jauh dari kampus di daerah Babarsari. Tanpa berfikir panjang langsung aku iya-kan ajakan temanku  dan kukirim sms ke teman-teman lainnya yang isinya ajakan pergi refreshing otak. Saat itu kami berjumlah 9 orang (7 laki-laki dan 2 perempuan), setibanya di lokasi dengan sergapnya kami langsung menuju tempat sewa alat pancing dan segera menuju sungai dan tambak yang tersedia, banyak ikan yang kami dapatkan sekitar 20-an ekor namun karena jumlah uang yang pas-pasan kami hanya mengambil 9 ekor  menyesuaikan dengan jumlah orang yang hadir. Satu hal yang kuingat tak satupun ikan yang kudapat padahal seringkali datang kesana dengan agenda yang sama “memancing” namun kali ini aku merasa gagal karena tak satu ekorpun kudapat apakah ini buah kesialanku atau memang aku tak bakat dalam hal memancing ikan tapi lebih bakt memancing emosi. Hehe…….

Setelah kami merasa sudah cukup, kami langsung antar ikan menuju dapur untuk dibakar. Terucap dalam hati “2,5 kg (dua setengah kilogram)” jumlah yang cukup untuk kami sembilan sahabat dengan program studi yang berbeda-beda, walaupun tidak sedikit prodi kami Ilmu Hukum lebih mendominasi baik dari kuantitas pada waktu itu apalagi bicara kualitas untuk makan dalam porsi yang besar khususnya aku. Kala sore tiba pun jua bersamaan datangnya hujan yang cukup begitu deras dan memaksa ikan muncul dari dalam peraduan kolam. Sempat bergumam dalam hati mengapa saaat mancing tadi tak satupun ikan yang mendekati kail pancingku. Apakah karena kurang pengalaman atau memang karena ikan tahu kegalauan hati ini yang tak pernah berhenti sejak pagi tadi.

Mas-nya minum apa? Mbak² penjual membuatku sadar dari ketermanguanku karena pertanyaannya. Dengan gugup aku menjawab es-teh ya mbak. Setengah jam berlalu, tak terasa makanan dan minuman pesanan kami datang diantarkan ke tempat kami bercengkrama bertepatan dengan meredanya hujan, tanpa aba-aba dengan cepat semua mengambil piring satu persatu kemudian memilih ikan yang paling besar. 20 menit kemudian semua yang telah kami pesan habis, tersisa satu centong nasi dan satu cup sambel bawang yang pedasnya bisa disebut sambel setan dan membuat manusia yang memakannya tobat akan sambel tersebut. Terlintas dalam hati setelah semua lapar berubah menjadi kenyang kami bergegas pulang karena hujan pun sudah reda. Setelah semua selesai aku menuju kasir tuk meminta bon makan, rasa takjub melihat harga yang tertera dalam bon seraya berkata “amazing buat hari ini sekali makan 15rb rupiah” seakan hati menolak tapi apa mau dikata yang dipesan sudah habis dimakan, kepalaku pusing tak karuan melihat uang di dompet pas-pasan. Bagaimana dengan uang bulananku? Yang kuingat hanya tersisa 100ribu di ATM, mana baru pertengahan bulan !!! Haisshhh bagaimana solusinya? Sedikit penyesalan dalam dada tapi tak apa nasi sudah menjadi bubur, let’s gone be by gone’………..

Setibanya di kost, teringat pakaian yang ku rendam pagi tadi belum aku cuci… semakin malas saja jalani hari ini, tapi tak apa semoga semua ada hikmahnya, Aamiin….. Dengan cepat ku bergegas menuju kamar mandi karena teringat belum melaksanakan kewajiban sholat Ashar, seusai sholat kulanjutkan mencuci pakaian yang kurendam pagi tadi yang tak mungkin aku bawa ke laundry langgananku. Satu jam kemudian semua pakaian sudah kucuci, hanya tinggal menjemurnya. Selesai menjemur, kulihat ada seorang gadis lewat depan kost-ku tersenyum ia menatapku, dalam bathin berkata “ini cewek siapa? Kok nggak pernah lihat”. Kulihat raut wajahnya putih merona, bukan karena bedak kosmetiknya, aku yakin seyakin-yakinnya. Raut wajah yang natural, bercahaya, dalam benak hati berkata: mungkin karena “dawaamul wudhu” (membiasakan berwudhu) jadi putih bercahaya bak seorang bidadari turun dari surga. Sore itu kesetiaanku kembali diuji oleh-Nya apakah aku tetap setia dengan adinda di Banten sana, ya Allah ampuni hamba-Mu ini…. Jika ia jodohku maka jodohkanlah, jika ia tidak berjodoh denganku semoga Engkau berikan ia yang lebih baik dari hamba-Mu yang penuh dosa ini, berikan ia yang terbaik dan selalu membuatnya bahagia. Aamiin…. To be Continue

 
Selasa, 08 Januari 2013 0 komentar

Berharap itu menyakitkan yaaa :’( Hiks


 

Musim penghujan bulan Desember di penghujung akhir tahun 2012, sejak malam gerimis itu datang membuncah membungkus tiap kota. Puluhan Kota Besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Banyuwangi, Bali dan Malang dipenuhi ribuan lautan manusia yang datang untuk merayakan puncak malam pergantian tahun baru, gemuruh suara dentuman petasan dan terompet seakan menghayutkan lautan ribuan manusia akan keindahan eksotisnya dunia malam. Semoga bunyi tersebut bukan niatan untuk mengalahkan suara gemuruh petir yang juga datang bersama rintik hujan yang tak diundang

 Pagi itu dingin sekali, suasana semalam masih terasa. Aku berlari-lari kecil, menuju halte dekat kost-an. Hari pertama kuliah tahun ini, 2013 Sekaligus senin pertama tahun ini, aku ujian akhir semester dengan materi ujian Peradilan Militer, walau sifat ujian kali ini open-book namun tetap saja banyak dari teman-teman mahasiswa yang tidak percaya dengan jawabannya sendiri. Kebiasaan mencontek di SMP-SMA dulu turun temurun membudaya bahkan hingga cucu anak mereka kelak. Mereka tak peduli akan suatu nilai proses, serba instan yang jadikan mereka mahasiswa yang kurang respect dengan hal-hal yang tidak menghasilkan keuntungan atau nilai materi tersendiri bagi mereka.

Langit kota Jogja kini terlihat muram, tidak seperti biasanya, awan kehitam-hitaman menggantung, Aku berbisik pelan semoga hari ini tidak berjalan menyedihkan dan membosankan. Disamping itu, aku melihat dirinya di kampus tadi  tampil begitu memukau dan membuatku terpesona, ia tampil lebih feminin, berbeda seperti biasanya yang tampil urakan, tomboy dan tidak peduli dengan orang sekitar. Mungkin ia menyadari bahwa tahun-tahun sebelumnya banyak stigma negatif tentang dirinya yang tak terbiasa mengurus orang lain apalagi mengurus suaminya kelak, lha ngurus sendiri aja belum becus, untuk yang satu ini, “berdandan (red; bersolek). Percaya atau tidak itulah yang terjadi. Ia sosok wanita yanag datang dalam kehidupanku begitu cepat tanpa dimulai dengan sapa dan tanya, ngerasa langsung akrab aja padahal belum pernah tahu karakter dirinya seperti apa. Dan Inilah awal kisah menyedihkan itu ……………………..

#

Pagi itu seisi bus terlihat muram, mungkin setelah liburan akhir tahun yang menyenangkan, kembali beraktifitas seperti kuliah, kerja dan segalanya bukanlah hal yang bisa membangkitkan antusiasme. Belum lagi kenangan yang terjadi di perayaan malam penutupan akhir tahun 2012 jelang tahun baru kemarin, membuat mereka jengah dan enggan untuk kembali beraktifitas seperti biasanya. Begitupula dengan diriku yang masih merasa kurang dengan waktu liburan yang disediakan oleh kampus. Rasanya baru kemarin datang ke Banten, sekarang sudah dituntut untuk kembali ke Jogja untuk melanjutkan kembali perjuangan yang tertunda.

#

Setelah ujian Peradilan Militer aku langsung turun menuju lantai 3 untuk menunaikan Sholat Dhuha yang belum sempat kulaksanakan pagi tadi, rasanya ada yang kurang. Setelah menunaikan sholat dhuha aku tergesa-gesa menuruni puluhan anak tangga, hampir saja aku terjatuh dan bakal menjadi bahan tertawaan satu kampus, beruntung ia menahan tanganku hingga dirinya pun hampir terperanjat bersamaku. Kuucapkan terima kasih kepadanya, ia hanya membalas dengan senyuman dan berkata lirih “lain kali hati-hati”. Disitu aku merasakan ada tatapan yang berbeda, tatapan yang berarti harapan, tatapan dari mata seorang wanita yang membuatku terpenjara karena mata indahnya, tertambat hatiku karenanya. Tidak hanya cantik paras wajahnya namun cantik pula perilakunya. Sempat berkata dalam hati berdo’a “semoga ia menjadi istriku kelak”. Setelah kejadian itu, aku makin bersemangat pergi ke kampus hanya untuk melihat mata indahnya, walau sebenarnya hari ini tidak ada jadwal ke kampus aku tetap datang menanti dirinya melintas di depanku, dua jam berlalu aku masih setia menunggunya berharap ia datang namun hingga hari petang ia tak kunjung datang, aku pun merasa ada hal yang janggal setelah kejadian ini. Besoknya aku kembali datang berniat melihat dirinya di kampus tapi hingga seminggu ia tak kunjung datang, apakah ia sakit? Apakah ia marah kepadaku? Aku mencoba mencari tahu kabarnya lewat teman-temannya tapi mereka pun tak pernah tahu kabar dari si Zidna Ilma, ya namanya Zidna ‘Ilma. Aku baru tahu, kutanya mereka alamat rumahnya, dan kudapati alamatnya tidak jauh dari kampus. Aku berjanji dalam hati, setelah mengajar sore nanti aku mampir ke rumahnya untuk mencari tahu kabarnya, tak kusangka ada janur kuning depan rumahnya kulihat depan rumahnya tertulis Spanduk besar  bertuliskan “Mohon Do’a Restu”. Aku kaget sekali, aku jatuh tersungkur tak kuasa tuk melanjutkan membaca kalimat tadi, namanya terpampang jelas sekali, tanpa kabar, tanpa undangan dia telah menikah dengan seorang dosen yang amat kukenal. Apa yang harus kuperbuat? Rasanya hati ini hancur berkeping-keping tersayat oleh sembilu yang sangat tajam. Mengapa ia tega lakukan ini semua padaku? Mengapa begitu cepat harapan ini hancur musnah? Padahal baru minggu kemarin rasanya ia memberi sinyal harapan untuk meminangnya, tapi mengapa ini yang terjadi?

#

Seminggu kemudian kutelusuri dan kucari info tentang keluarganya, ternyata ia dipaksa menikah di usia dini karena keluarganya terlilit hutang dan apesnya dia yang menjadi korban dari kebiadaban rentenir dan orang tuanya yang sebenarnya tak tega terpaksa menjual anaknya untuk menebus segala hutang-hutang keluarganya yang semakin bertambah karena bunga dari hutang tersebut. Apa yang harus kuperbuat sedangkan aku saja untuk kehidupan sehari-hari masih harus bekerja part-time di luar sana. Tak mungkin aku datang mencoba menjadi pahlawan kesiangan membayar lunas hutang-hutangnya.

Sempurna sudah tiga bulan setelah pernikahannya aku tak pernah berbincang dengannya, hingga suatu waktu ia mendatangiku dan menceritakan semua tentang kehidupannya dan keluarganya. Ia terpaksa melakukan itu semua demi membalas budi orang tua yang telah mengasuhnya sejak kecil, ia sebenarnya ingin berontak tapi apa daya, nasi telah menjadi bubur. Semua telah terjadi tanpa pernah ia meminta dan mengharap. Semua skenario kehidupannya telah diatur oleh Sutradara yang Maha Agung dan ia menerima semua itu dengan lapang dada, ikhlas tanpa mengaharap balas. Tak kuasa diri ini meneteskan air mata yang mengalir deras bak hujan yang tak kunjung reda bulan ini setelah tahu apa yang terjadi sebenarnya.

Bulan April masih sama dengan musim penghujan, sejak malam gerimis itu datang membuncah membungkus tiap kota, memaksaku meringkuk berbaring di kamar kost,  memandang hujan lewat jendela begitu derasnya, pada akhirnya semua hanya kembali pada satu hal yang nyata, tak ada hidup tanpa jarak dan tanya merama-rama. Semua hanya kamuflase dunia yang  tak luput dari harap dan dosa semata.

El-Fath

Labels

 
;