Jumat, 18 Januari 2013 0 komentar

Ketika Sastra Menyuarakan Pemilwa


 

Oleh: Assa El-Fath

 

"Maraknya kasus anarkis yang terjadi dalam Pemilwa dua periode akhir-akhir ini tidak hanya menyeret sejumlah nama partai mahasiswa yang masih aktif sampai para mahasiswa yang datang hanya saat Pemilwa dilakukan, yang hanya merusak budaya belajar berpolitik di kampus putih yang pro demokrasi dan justru sering meyakiti hati civitas akademik.

 Bukan hanya karena kecewa dengan mental para pejabat kampus yang berdiri untuk satu golongan tertentu, namun juga kecewa atas buruknya sistem pengawasan atas pelaksanaan operasional sebuah miniatur bangsa dalam kampus. Apalagi akhir-akhir Pemilwa ini marak dibahas mengenai penggelembungan suara pada saat Pemilwa yang hanya menjadikan saksi sebagai boneka yang hanya bisa melihat proses pencoblosan di balik bilik kotak suara. Para pemilih yang melakukan curang bisa melenggang bebas kembali setelah menuntaskan misi tersebut, ya misi penggelembungan suara atau penggemblungan suara (pembodohan).

Sejak itu anggapan bahwa  Pemilwa yang anarkis dan terkadang rasis sudah menjadi budaya kampus yang kian populer. Rangkaian kata-kata tersebut seolah seperti sebuah kalimat sakti yang kebenarannya masih dapat kita buktikan hingga detik ini. Sejak pemilwa ini diadakan kerap kali terjadi kerusuhan, masih teringat lekat dalam ingatan kerusuhan Pemilwa 2005 yang pada waktu itu masih dikenal oleh masyarakat kampus IAIN, kemudian tahun 2010 kemarin tidak sedikit terjadi gesekan antar golongan, EGM dan partai mahasiswa yang berpartisipasi dalam pemilwa. Memang pada masa itu tidak banyak terdengar kabar ada mahasiswa yang diseret ke pengadilan atau masuk bui karena kasus pemilwa. Akan tetapi, karya sastra ternyata lebih jujur dari manusia. Karya sastra mampu merekam sejarah dan menyimpan sejuta cerita dalam dokumentasi perjalanan kampus putih ini.
0 komentar

Ketika Cinta Menyapa Part 2


Yogyakarta, 17  Januari 2013

        Setetes cinta yang tertawan Dan benih kasih yang tersipu. Berbalut asa dan doa. Cinta bukan hanya rangkaian dua hati bukan pula  pertautan dua jiwa. Namun ia adalah pertanggungjawaban. Hingga tibalah tiupan ruh Jadilah,... Maka jadilah kamu!

Adindaku terkasih,... ^_^

Tak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi di depan nanti. Bahkan ketika kedipan mata serta hembusan nafas yang keluar dari tubuh fana hilang dihisap oleh alam sekitar. Kita tak pernah tahu apakah masih ada kesempatan untuk sekali lagi mengedipkan mata. Bahkan kita tak bisa menjamin pada diri sendiri untuk sekedar bisa menarik nafas yang sama pada detik berikutnya, kecuali hanya dengan izin Sang Empunya hidup hingga Allah Subhaanahu wa ta'ala memberikan iradah-Nya. Dan sesungguhnya, takdir jualah yang telah menuntun kita dan mempertemukan kita hingga di titik ini. Maka begitulah yang telah terjadi di saat itu. Masa- masa di mana benih cinta kita akan dipersatukan dalam sebuah ikatan yang sakral, ikatan bentuk pengejawantahan cinta hakiki, yakni ikatan pernikahan. Hingga Allah Subhaanahu wa ta'ala pula yang telah menciptakan dan menumbuhkembangkan benih suci dari buah kasih itu bersama hujan cinta-Nya. Kemudian kau telah mengalami suatu masa disaat  semua menjaga serta merawatmu dari detik ke detik dalam pelukan rahim kasih sayang. Lalu waktu pun terus berlalu sampai tiba sebuah hari saat semua orang di sekeliling berharap-harap cemas saat menantikan kehadiranmu. Adindaku kini kau telah beranjak dewasa sama seperti diriku, Semoga pertemuan ini selalu menjadi nikmat bagiku dan berkah bagi kita semua.

Pagi ini tak seperti biasanya, kali ini langit menggambarkan mentari seakan ingin memuntahkan siluet-siluet cahaya, bertaburan menerangi alam ini yang telah lama tak merasakan hangat sinarnya. Tepat jarum jam tangan menunjukkan arah angka 08.00, Schedule mengikuti seminar Internasional tak kusia-siakan, tinimbang berdiam diri di kamar tak ada kerjaan, niatanku ba’da dzuhur nanti datang ke PKSI untuk menanyakan password Gerbang Wi-fi UIN yang aku lupa, karena tak pernah memakainya, tapi syukur semua terlewati begitu mudahnya, lewat telephone aku selesaikan masalah itu tanpa harus repot datang ke PKSI. Di  kampus aku berpapasan dengan temanku cewek yang bermobilitas tinggi, cukup perfect dalam bidang keilmuan, mungkin karena lebih sering baca buku, berita pun aktual tak pernah ketinggalan, satu hal yang diingat dia nge-fans berat sama Dekan FSH. Seiring berjalannya waktu, pagi pun berubah menjadi siang, tapi satu hal yang tak bisa dilupakan, kali ini langit tak lagi memancarkan cahaya kedamaian, kali ini langit mendung, awan pun tertutup oleh kabut yang memang sengaja menutupi dan enggan berpindah dari tempatnya. Suasana langit pun berubah, seakan memuntahkan percikan-percikan hujan yang tak mampu dibendung oleh benda apapun. Hujan pun turun tak terelakan lagi, tepat saat adzan sholat dzuhur berkumandang, akupun bergegas meninggalkan segala pekerjaan guna memenuhi panggilan suci, pangilan yang menggetarkan jiwa dalam dada, senantiasa memperbanyak do’a dan dzikir kepadanya, meminta semoga Adinda memang benar jodohku dan tak akan tertukar lagi, mengharap kita terikat dalam ikatan suci yang menggabungkan dua jiwa, mempertautkan dua hati dalam ikatan cinta sejati, bernama Pernikahan. Aku berharap tahun depan kau sudah siap, bukan karena mementingkan egoku, aku tetap ingin kau menjadi seorang Hafidzah dan tak akan kuhalangi niat tulusmu dalam menghafal Al-qur’an, Semoga kita tak pernah kehilangan kepercayaan dan komitmen dalam Long distance relationship ini ……. Aamiin.
0 komentar

Adindaku Kau telah Dewasa

Yogyakarta 19 januari 2013
Ketahuilah Adindaku,...!
Kini kau semakin beranjak dewasa, kau bukan lagi seorang gadis kecil yang tak tahu apa-apa.  Kini Kau sedang hidup pada sebuah zaman di mana waktu dan tempat yang seolah telah menjadi sebuah dimensi yang serba mudah diakses. Tak ada yang tak diketahui oleh siapapun tentang sesuatu yang sedang terjadi di belahan bumi lain pada saat bersamaan. Berbagai macam kecanggihan tekhnologi telah memungkinkan siapapun untuk menyampaikan apa yang diinginkannya pada orang lain. Termasuk fasilitas informasi serta telekomunikasi yang telah berkembang dengan sedemikian cepatnya. Maka telepon genggam (handphone), televisi, radio, sampai dengan internet telah menjadi sarana yang umum di dalam menyebarkan informasi sekaligus propaganda. Arus informasi yang berasal dari segala macam sumber dan kepentingan akan sangat mudah membentuk kepribadian serta pola pikirmu bila kau tak memiliki benteng yang kuat. Belum lagi dengan fenomena kemunculan media-media cetak tak bermoral yang semakin hari semakin mudah ditemukan di jalanan. Majalah, surat kabar, tabloid, sampai dengan komik dan novel yang berjejer manis cuma berisikan gossip-gosip yang dibungkus sedemikian rupa juga cerita-cerita hasutan bagi jiwa serta impian semu. Dan itu bisa sangat mudah untuk kau dapatkan di setiap tempat. Akhirnya, kenyataan itu hanya semakin menambah runyamnya wajah duniamu saat ini. Kau pun juga harus mengerti bahwa masyarakat yang ada di sekitarmu adalah sekumpulan orang-orang yang ‘sakit’. Masyarakat yang tampak baik-baik saja itu sebenarnya adalah sebuah bangunan rapuh yang bisa dihempaskan dengan mudah kapan saja, bahkan oleh tiupan angin yang lembut sekalipun. Mereka terjajah dengan kecanggihan tekhnologi, salah memanfaatkan fasilitas ini, yang justru mengacaukan  perkembanganmu menjadi pribadi yang ‘akil baligh’ tidak hanya dewasa kerna usia namun juga perlu menciptakan pribadi yang terbentuk pola pikir yang kreatif, inovatif dan dinamis.
 
Rabu, 16 Januari 2013 0 komentar

Ketika Cinta Menyapa


Yogyakarta 16 Januari 2013,

Cuaca siang kali ini melukiskan apa yang kurasa, panas berkalut mendung seakan langit ingin menumpahkan air hujan ke bumi ini, seperti biasa jika liburan semester telah tiba, apa yang kutakutkan terjadi lagi, padahal baru kemarin rasanya berkumpul, bersenda gurau bersama, mengitari kota Yogyakarta menuju Klaten. Belum hilang memori indah hari kemarin. Tapi kini kesendirian hanyutkanku dalam sebuah lamunan. Aku rasa malam ini tak seindah malam kemarin. Sapu batinku meluruh, tatapmu sekilas dan sungguh, bersama engkau aku hanya kepala tanpa rencana, telanjang kata-kata, Sunyi……

Sempat terucap dalam hati “teman sejati menangis ketika Anda tinggalkan, sementara teman-teman palsu meninggalkanmu ketika Anda menangis” sebuah kalimat yang berarti jawaban apa yang ada dalam hati dan pikiran. Satu persatu mereka bebas datang dan lebih bebas lagi pergi, tak ada alasan melekat untuk kau mengikatnya apalagi untuk mengguruinya, mereka bebas tentukan akal dan pikirannya sendiri meski terkadang ada sesak dalam dada, mereka mendekat  saat kita dibutuhkan, mampir sesaat dalam ingatan saat kita berikan sebuah keuntungan. Pagi ini banyak sekali aku membuat schedule untuk hari ini, berharap tidak ada lagi waktu yang terbuang sia-sia, tapi apa mau dikata hari ini tidak sejalan dengan schedule yang aku miliki. Ketika adzan dzuhur berkumandang datanglah seorang teman mengajakku untuk pergi ke sebuah tempat pemancingan, “moro seneng” nama tempatnya berlokasi tidak jauh dari kampus di daerah Babarsari. Tanpa berfikir panjang langsung aku iya-kan ajakan temanku  dan kukirim sms ke teman-teman lainnya yang isinya ajakan pergi refreshing otak. Saat itu kami berjumlah 9 orang (7 laki-laki dan 2 perempuan), setibanya di lokasi dengan sergapnya kami langsung menuju tempat sewa alat pancing dan segera menuju sungai dan tambak yang tersedia, banyak ikan yang kami dapatkan sekitar 20-an ekor namun karena jumlah uang yang pas-pasan kami hanya mengambil 9 ekor  menyesuaikan dengan jumlah orang yang hadir. Satu hal yang kuingat tak satupun ikan yang kudapat padahal seringkali datang kesana dengan agenda yang sama “memancing” namun kali ini aku merasa gagal karena tak satu ekorpun kudapat apakah ini buah kesialanku atau memang aku tak bakat dalam hal memancing ikan tapi lebih bakt memancing emosi. Hehe…….

Setelah kami merasa sudah cukup, kami langsung antar ikan menuju dapur untuk dibakar. Terucap dalam hati “2,5 kg (dua setengah kilogram)” jumlah yang cukup untuk kami sembilan sahabat dengan program studi yang berbeda-beda, walaupun tidak sedikit prodi kami Ilmu Hukum lebih mendominasi baik dari kuantitas pada waktu itu apalagi bicara kualitas untuk makan dalam porsi yang besar khususnya aku. Kala sore tiba pun jua bersamaan datangnya hujan yang cukup begitu deras dan memaksa ikan muncul dari dalam peraduan kolam. Sempat bergumam dalam hati mengapa saaat mancing tadi tak satupun ikan yang mendekati kail pancingku. Apakah karena kurang pengalaman atau memang karena ikan tahu kegalauan hati ini yang tak pernah berhenti sejak pagi tadi.

Mas-nya minum apa? Mbak² penjual membuatku sadar dari ketermanguanku karena pertanyaannya. Dengan gugup aku menjawab es-teh ya mbak. Setengah jam berlalu, tak terasa makanan dan minuman pesanan kami datang diantarkan ke tempat kami bercengkrama bertepatan dengan meredanya hujan, tanpa aba-aba dengan cepat semua mengambil piring satu persatu kemudian memilih ikan yang paling besar. 20 menit kemudian semua yang telah kami pesan habis, tersisa satu centong nasi dan satu cup sambel bawang yang pedasnya bisa disebut sambel setan dan membuat manusia yang memakannya tobat akan sambel tersebut. Terlintas dalam hati setelah semua lapar berubah menjadi kenyang kami bergegas pulang karena hujan pun sudah reda. Setelah semua selesai aku menuju kasir tuk meminta bon makan, rasa takjub melihat harga yang tertera dalam bon seraya berkata “amazing buat hari ini sekali makan 15rb rupiah” seakan hati menolak tapi apa mau dikata yang dipesan sudah habis dimakan, kepalaku pusing tak karuan melihat uang di dompet pas-pasan. Bagaimana dengan uang bulananku? Yang kuingat hanya tersisa 100ribu di ATM, mana baru pertengahan bulan !!! Haisshhh bagaimana solusinya? Sedikit penyesalan dalam dada tapi tak apa nasi sudah menjadi bubur, let’s gone be by gone’………..

Setibanya di kost, teringat pakaian yang ku rendam pagi tadi belum aku cuci… semakin malas saja jalani hari ini, tapi tak apa semoga semua ada hikmahnya, Aamiin….. Dengan cepat ku bergegas menuju kamar mandi karena teringat belum melaksanakan kewajiban sholat Ashar, seusai sholat kulanjutkan mencuci pakaian yang kurendam pagi tadi yang tak mungkin aku bawa ke laundry langgananku. Satu jam kemudian semua pakaian sudah kucuci, hanya tinggal menjemurnya. Selesai menjemur, kulihat ada seorang gadis lewat depan kost-ku tersenyum ia menatapku, dalam bathin berkata “ini cewek siapa? Kok nggak pernah lihat”. Kulihat raut wajahnya putih merona, bukan karena bedak kosmetiknya, aku yakin seyakin-yakinnya. Raut wajah yang natural, bercahaya, dalam benak hati berkata: mungkin karena “dawaamul wudhu” (membiasakan berwudhu) jadi putih bercahaya bak seorang bidadari turun dari surga. Sore itu kesetiaanku kembali diuji oleh-Nya apakah aku tetap setia dengan adinda di Banten sana, ya Allah ampuni hamba-Mu ini…. Jika ia jodohku maka jodohkanlah, jika ia tidak berjodoh denganku semoga Engkau berikan ia yang lebih baik dari hamba-Mu yang penuh dosa ini, berikan ia yang terbaik dan selalu membuatnya bahagia. Aamiin…. To be Continue

 
Selasa, 08 Januari 2013 0 komentar

Berharap itu menyakitkan yaaa :’( Hiks


 

Musim penghujan bulan Desember di penghujung akhir tahun 2012, sejak malam gerimis itu datang membuncah membungkus tiap kota. Puluhan Kota Besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Banyuwangi, Bali dan Malang dipenuhi ribuan lautan manusia yang datang untuk merayakan puncak malam pergantian tahun baru, gemuruh suara dentuman petasan dan terompet seakan menghayutkan lautan ribuan manusia akan keindahan eksotisnya dunia malam. Semoga bunyi tersebut bukan niatan untuk mengalahkan suara gemuruh petir yang juga datang bersama rintik hujan yang tak diundang

 Pagi itu dingin sekali, suasana semalam masih terasa. Aku berlari-lari kecil, menuju halte dekat kost-an. Hari pertama kuliah tahun ini, 2013 Sekaligus senin pertama tahun ini, aku ujian akhir semester dengan materi ujian Peradilan Militer, walau sifat ujian kali ini open-book namun tetap saja banyak dari teman-teman mahasiswa yang tidak percaya dengan jawabannya sendiri. Kebiasaan mencontek di SMP-SMA dulu turun temurun membudaya bahkan hingga cucu anak mereka kelak. Mereka tak peduli akan suatu nilai proses, serba instan yang jadikan mereka mahasiswa yang kurang respect dengan hal-hal yang tidak menghasilkan keuntungan atau nilai materi tersendiri bagi mereka.

Langit kota Jogja kini terlihat muram, tidak seperti biasanya, awan kehitam-hitaman menggantung, Aku berbisik pelan semoga hari ini tidak berjalan menyedihkan dan membosankan. Disamping itu, aku melihat dirinya di kampus tadi  tampil begitu memukau dan membuatku terpesona, ia tampil lebih feminin, berbeda seperti biasanya yang tampil urakan, tomboy dan tidak peduli dengan orang sekitar. Mungkin ia menyadari bahwa tahun-tahun sebelumnya banyak stigma negatif tentang dirinya yang tak terbiasa mengurus orang lain apalagi mengurus suaminya kelak, lha ngurus sendiri aja belum becus, untuk yang satu ini, “berdandan (red; bersolek). Percaya atau tidak itulah yang terjadi. Ia sosok wanita yanag datang dalam kehidupanku begitu cepat tanpa dimulai dengan sapa dan tanya, ngerasa langsung akrab aja padahal belum pernah tahu karakter dirinya seperti apa. Dan Inilah awal kisah menyedihkan itu ……………………..

#

Pagi itu seisi bus terlihat muram, mungkin setelah liburan akhir tahun yang menyenangkan, kembali beraktifitas seperti kuliah, kerja dan segalanya bukanlah hal yang bisa membangkitkan antusiasme. Belum lagi kenangan yang terjadi di perayaan malam penutupan akhir tahun 2012 jelang tahun baru kemarin, membuat mereka jengah dan enggan untuk kembali beraktifitas seperti biasanya. Begitupula dengan diriku yang masih merasa kurang dengan waktu liburan yang disediakan oleh kampus. Rasanya baru kemarin datang ke Banten, sekarang sudah dituntut untuk kembali ke Jogja untuk melanjutkan kembali perjuangan yang tertunda.

#

Setelah ujian Peradilan Militer aku langsung turun menuju lantai 3 untuk menunaikan Sholat Dhuha yang belum sempat kulaksanakan pagi tadi, rasanya ada yang kurang. Setelah menunaikan sholat dhuha aku tergesa-gesa menuruni puluhan anak tangga, hampir saja aku terjatuh dan bakal menjadi bahan tertawaan satu kampus, beruntung ia menahan tanganku hingga dirinya pun hampir terperanjat bersamaku. Kuucapkan terima kasih kepadanya, ia hanya membalas dengan senyuman dan berkata lirih “lain kali hati-hati”. Disitu aku merasakan ada tatapan yang berbeda, tatapan yang berarti harapan, tatapan dari mata seorang wanita yang membuatku terpenjara karena mata indahnya, tertambat hatiku karenanya. Tidak hanya cantik paras wajahnya namun cantik pula perilakunya. Sempat berkata dalam hati berdo’a “semoga ia menjadi istriku kelak”. Setelah kejadian itu, aku makin bersemangat pergi ke kampus hanya untuk melihat mata indahnya, walau sebenarnya hari ini tidak ada jadwal ke kampus aku tetap datang menanti dirinya melintas di depanku, dua jam berlalu aku masih setia menunggunya berharap ia datang namun hingga hari petang ia tak kunjung datang, aku pun merasa ada hal yang janggal setelah kejadian ini. Besoknya aku kembali datang berniat melihat dirinya di kampus tapi hingga seminggu ia tak kunjung datang, apakah ia sakit? Apakah ia marah kepadaku? Aku mencoba mencari tahu kabarnya lewat teman-temannya tapi mereka pun tak pernah tahu kabar dari si Zidna Ilma, ya namanya Zidna ‘Ilma. Aku baru tahu, kutanya mereka alamat rumahnya, dan kudapati alamatnya tidak jauh dari kampus. Aku berjanji dalam hati, setelah mengajar sore nanti aku mampir ke rumahnya untuk mencari tahu kabarnya, tak kusangka ada janur kuning depan rumahnya kulihat depan rumahnya tertulis Spanduk besar  bertuliskan “Mohon Do’a Restu”. Aku kaget sekali, aku jatuh tersungkur tak kuasa tuk melanjutkan membaca kalimat tadi, namanya terpampang jelas sekali, tanpa kabar, tanpa undangan dia telah menikah dengan seorang dosen yang amat kukenal. Apa yang harus kuperbuat? Rasanya hati ini hancur berkeping-keping tersayat oleh sembilu yang sangat tajam. Mengapa ia tega lakukan ini semua padaku? Mengapa begitu cepat harapan ini hancur musnah? Padahal baru minggu kemarin rasanya ia memberi sinyal harapan untuk meminangnya, tapi mengapa ini yang terjadi?

#

Seminggu kemudian kutelusuri dan kucari info tentang keluarganya, ternyata ia dipaksa menikah di usia dini karena keluarganya terlilit hutang dan apesnya dia yang menjadi korban dari kebiadaban rentenir dan orang tuanya yang sebenarnya tak tega terpaksa menjual anaknya untuk menebus segala hutang-hutang keluarganya yang semakin bertambah karena bunga dari hutang tersebut. Apa yang harus kuperbuat sedangkan aku saja untuk kehidupan sehari-hari masih harus bekerja part-time di luar sana. Tak mungkin aku datang mencoba menjadi pahlawan kesiangan membayar lunas hutang-hutangnya.

Sempurna sudah tiga bulan setelah pernikahannya aku tak pernah berbincang dengannya, hingga suatu waktu ia mendatangiku dan menceritakan semua tentang kehidupannya dan keluarganya. Ia terpaksa melakukan itu semua demi membalas budi orang tua yang telah mengasuhnya sejak kecil, ia sebenarnya ingin berontak tapi apa daya, nasi telah menjadi bubur. Semua telah terjadi tanpa pernah ia meminta dan mengharap. Semua skenario kehidupannya telah diatur oleh Sutradara yang Maha Agung dan ia menerima semua itu dengan lapang dada, ikhlas tanpa mengaharap balas. Tak kuasa diri ini meneteskan air mata yang mengalir deras bak hujan yang tak kunjung reda bulan ini setelah tahu apa yang terjadi sebenarnya.

Bulan April masih sama dengan musim penghujan, sejak malam gerimis itu datang membuncah membungkus tiap kota, memaksaku meringkuk berbaring di kamar kost,  memandang hujan lewat jendela begitu derasnya, pada akhirnya semua hanya kembali pada satu hal yang nyata, tak ada hidup tanpa jarak dan tanya merama-rama. Semua hanya kamuflase dunia yang  tak luput dari harap dan dosa semata.

El-Fath

Labels

 
;