Kamis, 29 November 2012 0 komentar

Kau dan Hujan


# Kau dan Hujan #
Dua jam berlalu, sepi. Tak ada yang kulakukan, aku hanya sms-an denganmu, Mungkin seperti dirimu, kini aku sedang memandang hujan diluar sana. Mataku tak lepas dari tetes-tetes hujan yang tengah membanjiri halaman depan kostku. Rimbun tanaman seakan menyambut kedatangan mereka. Kurasa hujan saat ini datang tak seperti biasanya, kulihat dari celah jendela hujan semakin deras, tib
a-tiba HP-ku berdering menunjukan nada pesan pribadi darimu.
#
Suara petir membangunanku dari lamunan, aku teringat segala ceritaku bersamamu di pondok dulu. Kau datang kepadaku, kau curahkan semua isi hatimu, bahwa kau menjadi sosok wanita yang tak pernah merasa bahagia. Segalanya kelam dan suram, semua masalah datang silih berganti, sedih tak pernah berujung. Namun satu yang kukagumi dari dirimu, kau tetap bertahan, tak pernah mengeluh apalagi menyalahkan Tuhan justru kau selalu mensyukuri apa yang telah Dia beri. Kau yang datang dalam kehidupanku, menghapus segala lara yang kurasa, kau tak pernah mengenal kasta apalagi hanya untuk tumpukkan harta. Itu yang kukagumni darimu. Kau jujur apa adanya bukan tipe ada apanya.
Andai saja cinta itu, kamu..........
Pasti rela menyerahkan kepadamu, CINTA ....
#
Tak pernah kusangka cepat berlalu, kau tinggalkanku dalam ketermanguanku, kau beri kabar saat diri ini belum siap tuk mendengarnya “kelenjar heroit dan hepatitis studium III separah itukah? Mengapa bukan akau yang memikul itu semua? Begitu tenang kau menyampaikan itu semua, seperti tak pernah terjadi apapun. Lagi-lagi kau tersenyum bahkan kau pun bisa tertawa, kau tak ingin semua orang yang mendengar akan keadaanmu merasakan kesedihan, kau pendam itu semua hingga saat ini, kau berbisik lirih “ Kakak, adik diberi sakit tanda Tuhan masih sayang adik”. Kakak jangan sedih yaaaa, jaga diri kakak baik-baik
#
Tut-tuuuutt-tuuuuuut suara telepon terputus, sedari tadi aku menahan isak tangis yang ingin kukeluarkan saat kau mengucapkannya dengan lirih, akhirnya tak kuasa diri ini, suara gemeuruh pun beradu dengan isak tangis yang kukeluarkan semuanya tanpa tersisa sedikitpun, berperang dengan cahaya kilat dan suara petir yang beradu dan semakin mengerikan. Lima jam berlalu, hujan pun tak mengeluarkan tanda-tanda tuk berhenti. Justru malah semakin membanjiri halaman kost-ku setinggi 20cm.
#
Setelah kejadian itu, terjadilah perdebatan hebat antara kita, kau beri kabar dan memutuskan untuk berpisah denganku, kau beralasan bahwa kau tak pantas bagiku, kau memintaku untuk ikhlas dan mencari penggnti dirimu. Haruskah kulakukan semua ini, untukmu? Bukankah cinta itu datang karena fitrahnya, tak pernah memaksa? Bukankah cinta hadir untuk saling melengkapi? Mengapa ini yang terjadi? Sebantang pertanyaan-pertanyaan bodoh muncul dari otakku, tapi ini wajar, ini tak adil bukankah kita telah berjanji, berkomitmen untuk tidak pisah hanya karena hal-hal sepele apalagi untuk diperdebatkan? Mengapa ini yang terjadi ?????? :’(
#
Ya Allah ... ya rabbi
Sang penguasa hati, hanya kepada-Mu hamba berserah diri, walau hati terasa pilu seakan tersayat oleh sembilu, mulut ini bungkam seribu bahasa, tak pernah tahu lagi apa yang harus diperbuat dan apa-apa yang harus terucap, kuserahkan semua urusan ini kepada-Mu ya Allah..........
Akhir tahun 2012, setahun setelah vonis itu, kau berulang kali harus dirawat inap, tetapi aku heran, kau sama sekali tidak memunculkan raut muka yang sedih, tak merasa putus asa, apalagi berpikir tuk salahkan Tuhan. Kau tumbuh semakin dewasa dalam menajalani ini semua, tak ada rasa gundah bahakan gelisah sedikitpun. Aku semakin bangga, walau kau pernah ucap kau ingin akhiri semua hubungan ini untuk berpisah denganku, namun maaf, jujur aku tak kuasa bial harus berpisah denganmu, rasanya tak bisa kuhapuskan rasa cinta yang terlanjur mengakar ini, apalagi harus mencabutnya dan mengubur dalam-dalam perasaan ini. Justru dengan kau meminta tuk berhenti mencintaimu, semakin mendalam rasa cinta dan sayang ini. Percayalah perasaan ini bukan karena tak tega apalagi kerana kasihan melihat kondisimu saat ini. Bukankah aku mencintaimu sebelum vonis itu ada, aku mencintaimu bukan kerana fisik apalagi harta ataupun kasta. Masihkah kau ragu dengan perasaan ini? Bagaimana cara membuktikan agar kau benar-benar mengerti bahwa kau paham rasa ini, aku tak kuasa tuk jelaskan ini, karena cinta ini bukan untuk diterjemahkan dengan kata-kata agar kau paham, cinta ini datang begitu saja, cinta ini bisa dirasakan tanpa menuntut kejelasan datangnya. Cinta ini datang sejalan dengan rasa sayang. Rasa sayang yang tak pernah habis, rasa sayang yang tak pernah luntur, selalu ada dan takkan pernah busuk dan tak pernah bisa basi, kasih sayang ini tak pernah ada masa expirednya
#
Setahun kemudian kau datang menemuiku, kau datang menemuiku untuk terakhir kalinya, sebelum kau pergi untuk selamanya, kau memberitahukan bahwa vonis dokter hidupmu tinggal 2 hari lagi. Aku langsung jatuh tersungkur, tertunduk lesu tak kuasa mendengar itu semua, cukup jangan kau teruskan semua itu !!! Teriakku memohon kepadamu, saat jeritan ini terdengar melengking ditelinga, tak terasa air mata terjatuh begitu derasnya, dengan wajah yang pucat kutatap engkau dalam-dalam, matamu memerah, kau jatuh terjerembab, tersungkur tak sadarkan diri, terbaring pasrah dalam pelukanmu.
#
Ku coba bangunkan dirimu dengan segala cara, kau terbangun lalu berbisik “maafkan dhe kakak, dhe sudah tidak kuat lagi, ikhlaskan dhe kakak, semoga kita bertemu di syurga nanti”. Seketika itu juga kau pergi untuk selamanya. Dengan terus berjuang ku coba membangunkan kau kembali, walau ajal seolah memanggil, aliran darah seolah terhenti, tangisanku terpecah menggelegar ke angkasa membelah bumi, serasa tak percaya akan ini semua. Hujan kembali turun seakan mempertegas bahwa kau akan pergi untuk selamanya, tak sanggup diri ini tuk berkata apa-apa, hanya hati yang bisa berucap “aku, akan menjadi seperti yang kau minta”.

Labels

 
;