Dalam ruang lingkup civitas akademika telah ditanamkan atas tuntutan “Tri Dharma” perguruan tinggi, dimana tuntutan itu terdiri atas pendidikan, penelitian dan pengabdian. Namun ruang politik dalam kampus mempunyai hambatan seperti kebebasan akademik maupun budaya politik kampus yang kurang sehat. Hal ini diakibatkan karena minimnya pendidikan politik kampus sehingga rentan munculnya politik yang lahir akan nilai-nilai ideal dan bukan atas ideologi.
Dinamika yang terjadi, mahasiswa
sekarang terpecah dalam kesatuan gerakan, selain itu cermin politik kampus yang
hedonis juga berujung pada gerakan yang kehilangan daya reflektif dan sensitif
terhadap dinamika persoalan sosial. Dimana roh mahasiswa dihadapkan tuntutan
akademik maupun responsif terhadap program subjektif dengan lebih condong akan
kegiatan yang tidak menguntungkan masyarakat sosial. Ada dua hal yang menjadi
momok yang selalu berkembang yaitu “BUDAYA POLITIK dan KEBEBASAN AKADEMIK”. Pengembangan
budaya akademik diarahkan guna menjamin iklim yang kondusif bagi tumbuhnya
masyarakat akademik yang makin dewasa, pandangan serta pendapat perlu mendapat
dukungan data dan informasi yang akurat sebagai wujud masyarakat rasional yang
mengutamakan kebenaran dan tanggung jawab ilmiah. Iklim akademik perlu mendapat
kekayaan pendidikan moral yang religius. Oleh karena itu keseimbangan antara
jasmani dan rohani akan mendapat perhatian serius dan menumbuhkan rasa tanggung
jawab ilmiah dengan dasar ketaqwaan terhadap Ilahi Robbi. Untuk terciptanya
politik kampus yang ideal perlu diadakannya pendidikan politik kampus. Sistem pendidikan
yang berlaku di Perguruan Tinggi saat ini adalah membuat kampus tak lebih dari
sebuah pabrik yang memproduksi ahli tekhnologi dan ahli ideolaogi dimana
peranannya dalam melanggengkan struktur yang ada sangatlah diharapkan. Sebagai suatu
produsen bagi tenaga kerja industri dan birokrasi, maka kaum borjuis memiliki kepentingan yang
cukup signifikan dalam menentukan kebijakan kampus. Keadaan seperti itu
menjadikan perguruan tinggi pada tiga posisi yang fundamental, yakni sebagai
lembaga atau institusi yang mentransformasikan nilai-nilai pendidikan, tunduk
pada kepentingan negara dan hal terakhir adalah kewajiban memenuhi tuntutan
pasar.
Dari semua hal diatas dapat
digambarkan serta dilakukannya akselesrasi pencerahan peta perpolitikan kampus
atau perguruan tinggi itu sendiri, khususnya di kalangan mahasiswa yang
dirasakan bahwa metode - metoode ini sangat berpengaruh dan dirasakan efisien
dari zaman dahulu hingga saat ini, diantaranya adalah;
1. Menghidupkan
kembali panggung demokrasi bebas di setiap kampus, baik tingkat Universitas, Jurusan
maupun Program Studi.
2. Menggalakkkan
forum-forum diskusi tentang permasalahan, isu-isu yang aktual yang berkembang
dalam masyarakat.
3. Memperbanyak
penelitian ilmiah berkaitan dengan masalah aktual.
4. Menghidupkan
pers mahasiswa sebagai sarana komunikasi & informasi, aktualisasi serta
artikulasi gagasan yang brilian.
5. Optimalisasi
kegiatan-kegiatan pengkaderan di setiap EGM.
6. Membangun
organisasi mahasiswa yang layak disebut student government, yang mandiri dan
tidak terikat birokrasi pihak manapun; dan
7. Mengintensifkan
seminar-seminar tentang gerakan moral.
Ada
dua faktor yang menyebabkan perilaku politik mahasiswa dalam merespons fenomena
yang ada. Pertama, karena kondisi objektif masyarakat yang penuh ketidakadilan
dan krisis sosial yang cenderung menyelesaikan segala permasalahan dengan
materi, sampai ada makna KUHP yang dikenal oleh para pakar hukum pidana kini
telah diubah maknannya menjadi “Kasih Uang Habis Perkara” yang justru hal
tersebut menampar saya sebagai mahasiswa Ilmu Hukum khususnya dan para praktisi
dan politikus hukum pada umumnya.
Kedua, karena sistem pendidikan yang
dipraktekkan dalam perguruan tinggi telah mengekang hak-hak demokrasi bagi
mereka. Untuk itu politik kampus yang ideal adalah membangun system yang bias
menghidupkan kedua aspek tersebut yaitu akademis dan gerakan, dimana mahasiswa
peduli akan nasib bangsanya dengan tidak apatis terhadap problematika sosial
yang ada dan mahasiswa peduli akan dirinya sendiri dalam mencapai sukses dalam
biadang akademisi sehingga menjadikan keduanya menjadi imbang dan tidak terjadi
tumpang tindih….
Semoga catatan kecil ini bermanfaat….. J
Semoga catatan kecil ini bermanfaat….. J
0 komentar:
Posting Komentar
Reaksi