Dalam hadist disebutkan "janganlah kamu minum sambil berdiri". Dari segi kesehatan, air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler berotot yang bisa membuka dan menutup agar air kemih bisa lewat. Dan ternyata sfringer ini hanya bekerja pada saat kita duduk. Sehingga jika kita minum atau makan sambil berdiri, air yang masuk ke dalam tubuh akan masuk begitu saja tanpa disaring oleh sfringer.
Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada `pos-pos' penyaringan yang berada di ginjal. Jika kita minum sambil berdiri, air yang kita minum otomatis masuk tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih. Ketika menuju kandung kemih itu terjadi pengendapan di saluran sepanjang ureter. Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter inilah awal mula munculnya bencana. Yaitu mulai muncul penyakit kristal ginjal, salah satu penyakit ginjal yang sungguh berbahaya.
Bahkan Rasulullah sendiri sejak 1400 tahun yang lalu melarang minum sambil berdiri. Apalagi jika makan sambil berdiri, itu justru lebih berbahaya. Pada saat duduk, apa yang diminum atau dimakan seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lambat. Jika minum sambil berdiri, maka cairan minuman akan jatuh dengan keras ke dasar usus, menabraknya dengan keras. Dan jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam waktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang kemudian menyebabkan disfungsi pencernaan.
Adapun Rasulullah SAW pernah sekali minum sambil berdiri, tapi itu disebabkan ada sesuatu yang menghalangi beliau untuk duduk, seperti penuh sesaknya manusia. Dan ini bukan merupakan kebiasaan beliau. Ingat azas darurat!
Pada saat berdiri tubuh manusia dalam keadaan tegang. Setiap organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras untuk mempertahankan semua otot tubuh agar tetap tegak. Ini menyebabkan manusia tidak bisa mencapai ketenangan yang merupakan syarat terpenting pada saat makan dan minum. Ketenangan ini hanya bisa dihasilkan pada saat duduk, di mana syaraf berada dalam keadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siap untuk menerima makanan dan minum dengan cara cepat.
Makanan dan minuman yang disantap pada saat berdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi saraf kelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang mengelilingi usus. Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidak berfungsinya saraf (vagal inhibition) yang parah. Akibatnya bisa mematikan detak jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak.
Bila terbiasa makan dan minum sambil berdiri secara terus-menerus terbilang berbahaya bagi dinding usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung. Para dokter melihat bahwa luka pada lambung 95% terjadi pada tempat-tempat yang biasa berbenturan dengan makanan atau minuman yang masuk.
Sering aku mendengar tentang FLP, tapi tak pernah tahu apa saja
kegiatannya. Yang aku tahu hanyalah komunitas para manusia yang suka dan hobi
menulis. Nah sebenarnya aku mulai suka menulis dari sejak di MA dulu namun
karena suatu hal, entah apa aku sempat vakum di dunia menulis. Semakin
menjamurnya penulis-penulis di Indonesia, semakin menarik perhatian hatiku,
seakan minta diperhatikan padahal sedikitpun tidak.
Menulis seakan menjadi candu yang bermula dari canda, iseng menulis di
diary harian dulu, dengan menulis pula aku bisa tuliskan apa yang semua aku
rasakan, tak perlu apakah akan ada yang membacanya atau tidak, tapi dengan
menulis aku bisa lupakan segala rasa yang ada dalam hati yang sudah terlanjur tersayat
emosi diri melihat kejadian-kejadian yang ada dalam negeri ini.
Maraknya kasus-kasus tindak pidana menjadikan negeri ini semakin bedebah
saja rasanya. Moral bangsa yang sudah terlanjur pesimis seakan surga bagi
koruptor, melengang bebas pergi plesiran ke luar negeri setelah membawa
jarahannya, mentalitas bangsa yang kian tergilas idealitasnya akan nilai-nilai
yang tersemat dalam pancasila, pun jua mentalitas penegak hukum yang kian
hancur, bahkan mentalitas guru yang digugu lan ditiru pun ikut tergilas
idealitasnya. “Korupsi sudah menjadi budaya”, sepenggal kalimat tersebut pernah diucapkan Bung Hatta
puluhan tahun silam ketika usaha pemberantasan korupsi Pertamina gagal. Sejak
itu anggapan bahwa korupsi sudah menjadi budaya bangsa Indonesia kian populer.
Rangkaian kata-kata tersebut seolah seperti sebuah kalimat sakti yang
kebenarannya masih dapat kita buktikan hingga detik ini. Memang pada saat itu tidak banyak yang diseret
ke Pengadilan dan dimasukkan ke dalam bui. Akan tetapi, karya sastra ternyata lebih jujur
dari manusia. Karya sastra justru mampu merekam sejarah dan menyimpan sejuta cerita dalam
dokumentasi perjalanan bangsa ini.
Semakin banyak penulis muak dengan hal ini semua, hingga pada suatu waktu
banyak karya yang bermunculan, yang pada intinya mereka yakin karena lewat
tulisan-lah dapat menggugah jiwa-jiwa yang keras hatinya, dakwah untuk kebaikan
tidak hanya selalu lewat action, apalagi dengan anarkis. Bagaimana mau
didengar, dilihat, didukung oleh yang lainnya, tingkah lakunya saja tidak jauh
dari sifat ke-hewan-an. Bukti riil adalah bahwa batu sekeras karang pun dapat
hancur oleh percikkan air laut yang lembut, begitu juga hati manusia, hati yang
keras bukan diselesaikan dengan tindakan yang keras, apalagi anarkis.
Rasulullah pun demikian, tidak sedikit pun beliau membalas semua tindakkan
kekerasan dengan hal yang serupa.
Menurut hemat saya, dakwah tidak sekedar aksi dan aksi, kalau semua seperti
itu, siapa yang mau menceritakkannya kepada cucu-cucu kita nanti. Kalau cuma
aksi melulu yang ada justru saling pertumpahan darah, justru rekaman sejarah
dokumentasi bangsa yang tak tertulis hanya gambaran ilustrasi tanpa adanya
penjelasan tertulis.
Memang benar adanya kalimat “tidak semua yang kau tulis mereka baca, dan
tidak semua yang mereka baca kau tulis”. Kalimat itu sebagai pelecut dan penyulut
ghiroh untuk merubah dunia lewat tulisan semoga tertancap dalam-dalam. Karena
dengan menulis banyak fakta kehidupan yang membuktikan, bahwa memang menulis
mampu menjadikan orang-orang yang hidupnya penuh dengan masalah, jauh dari masa
depan yang menjanjikan sebuah harapan, masa depan yang suram, yang justru meruntuhkan percaya diri, untuk kembali
menjadi pribadi yang penuh rasa percaya diri dan siap menyongsong hidup dengan
segudang prestasi. Aamiin ya Mujiba Sailiin J
Mungkin cerita ini belum berlangsung lama, sore tadi kampus kembali geger dengan aksi mahasiswa yang menuntut untuk menurunkan rektorat karena tak tegas dalam mengambil sikap terkait permasalahan pemilwa. Berniat mencari maslahah justru menimbulkan masalah yang membuncah. Tuntutan yang tak didengarkan justru menimbulkan amarah massa dari Aliansi Partai Mahasiswa, kampus rakyat justru dikenal dengan anarkisme-nya, padahal belum lama ini citra baik kampus berlabel UIN baru diperkenalkan, perjuangan para mahasiswa dalam Debat Konstitusi tak digubris, moral yang kian terkikis, pemilwa yang penuh dengan diksi politis justru menampakkan nilai anarkis, bengis, dan kadang gak logis.
Menurut hemat kami, Ini semua karena kurangnya pendidikan dalam berpolitik. Sudah seharusnya kampus memberikan pendidikan politik kepada mahasiswanya, sudah seharusnya kampus melibatkan mahasiswa dalam setiap kebijakannya, agar tak lagi ada perlakuan seperti ini, ingin dihargai ya harus menghargai, kritis boleh namun tetap mengedepankan nilai akademis, bukan dengan gerakan anarkis merusak fasilitas Negara, mengganggu kegiatan belajar mengajar, dengan sikap yang terkadang kurang ajar. Padahal ada embel-embel Islam namun berbanding terbalik dengan kampus lainnya yang kesannya masih lebih baik mereka yang berpaham komunis, mereka justru lebih mengedepankan nilai sosialis.
Di satu sisi tuntutan yang dilakukan APM tak ada hasil, pun jua rektorat yang sudah terlanjur fasilitasnya terusak oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab, tangan yang lempar batu sembunyi tangan, tangan yang diam ketika diminta pertanggung jawaban. Banyak pemimpin saat ini lebih mengedepankan percaya diri tinimbang tahu diri, yang ada justru menang jadi arang kalah jadi abu, keduanya sama-sama rugi. Pihak rektorat yang melibatkan satpam kampus guna menghadang aksi massa yang sweeping ke area rektorat justru terlibat baku hantam, masing-masing kedua pihak terdapat korban, entah apa maunya, entah siapa yang memulai. Ketika ditanyai masing-masing menjawab bahwa pihaknya yang benar, mereka lagi-lagi bersikukuh dalam kebeneran pribadi, yang ada malah sakit hati, mereka menang kalahpun sama-sama menderita. Teringat peribahasa selain diatas, bahwa Raja Adil Raja Disembah, Raja Lalim Raja Disanggah adalah pemerintah yang bersifat adil akan dipatuhi, sedangkan jika pemerintah sewenang-wenang terhadap rakyatnya akan dilawan. Dan ini yang terjadi di kampus putih, kampus perlawanan, apa-apa yang bertentangan dengan kebijakan yang menindas mahasiswa pasti akan dilawan, namun car melawan yang salah justru menimbulkan masalah, padahal berniat tuk mendapatkan maslahah. dan beginilah kesimpulannya, mencari maslahah menimbulkan masalah. Semoga mahasiswa kita semua tetap kritis dan idealis namun tetap mengedepankan nilai akademis, tidak semua masalah harus diselesaikan dengan aksi anarkis, perlakuan yang bengis, karena masalah bisa diselesaikan dengan dunia tulis menulis.
Karena seribu tentara tak ada artinya dibanding sebuah tulisan yang tajam menggelora (Adolf Hitler).
Jumat, 12 April 2013
Gerakan Mahasiswa
0
komentar
Euphoria atau Kebutuhan... Geliat Parpol Memburu Artis
Geliat Parpol memburu
Artis (Euphoria atau Kebutuhan)
Masih
ingat terpilihnya beberapa artis menjadi anggota DPR?, pernah kita mencoba
menilai kinerja mereka? Apakah eksistensi peran mereka benar-benar ada atau
hanya sebagai pelengkap saja dari Pemerintahan yang ada? Atau jangan-jangan
kita apatis terhadap hal ini?
Belum
lama ini salah satu parpol setelah meminang pengusaha kenamaan pemilik MNC
Group (red-HT) sebagai anggota/kader, mereka kembali meminang dua orang artis,
yakni artis senior Meriam Belina dan salah satu diva penyanyi pop Indonesia
yakni Krisdayanti. Entah apa tujuannya. Meskipun keduanya belum berpengalaman
di dunia politik, parpol ini langsung menjadikan kedua artis ini menjadi Wakil
ketua Dewan Kehormatan Srikandi parpol, yang membawa tagline “muda, bersih dan
amanah. Mereka berdua merasa terhormat dipinang oleh parpol ini, mereka juga
ingin berkontribusi seperti para artis yang sebelumnya meramaikan pentas dunia
politik. Sebelumnya Iis Dahlia dan Andre Hehanusa pun ikut terjun masuk ke
partai ini dan mereka jadi bacaleg entah mewakili daerah mana, penulis mengakui
bahwa elektabilitas partai ini cukup bersih dan baik, namun jika perekrutan
anggotanya hanya mengandalkan artis yang belum berpengalaman justru akan
menjadi momok yang menguntungkan atau justru merugikan bagi partai sendiri.
Dalam
hal ini di tulisan sebelumnya, penulis menjabarkan bahwa Bapak guru bangsa (Tan
Malaka) menjelaskan tentang konsep suatu Negara khususnya Indonesia, Ia menjelaskan
bahwa Negara harus fleksibel, artinya ada sisi demokrasi yang harus diwujudkan.
Namun menurut hemat penulis bahwa bukan nilai demokrasi yang berlaku saat ini,
dimana demokrasi sekarang telah berubah dari nilai-nilai yang harus
dipertahankan, demokrasi yang mulanya diartikan dengan “suara rakyat adalah
suara Tuhan” namun sekarang berubah
menjadi “suara rakyat adalah suara syaithan”. Jadi dapat disimpulkan dalam hal
ini demokrasi yang dimaksud adalah demokrasi
yang memiliki batasan-batasan, dimana masyarakat tetap bisa menyampaikan
aspirasi dan melakukan aktifitas politik, sementara pemerintah memberi batasan
hingga sejauh mana masyarakat bisa masuk ke dalam arena politik. Bisa
disimpulkan demokrasi yang berlaku sekarang adalah semua person bisa memasuki
dalam dunia politik dan menjadi politisi.
Padahal
kita ketahui bersama, jika semua elemen masyarakat masuk dan terjun dalam
politik justru akan memperpecah konsep dari Negara itu sendiri. Dimana semua
individu mempunyai kepentingan masing-masing yang justru menjadikan dikotomi
kekuasaan yang akhirnya satu sama lain saling menjatuhkan, yang kemudian
demokrasi tidak lagi berjalan untuk mewakili aspirasi dari rakyat, tidak lagi
berupaya untuk kepentingan sosial namun demokrasi menjadi sebuah jalan untuk
memperebutkan kekuasaan. Kita ketahui bersama politik saat ini menjadi cara
untuk mendapatkan kekuasaan, tidak sedikit para artis yang ikut terjun ke dalam
dunia politik, baik dia berangkat dari partai politik maupun independen yang
masuk ke dalamnya. Hal ini makin memperkuat bahwa demokrasi yang berjalan saat
ini tidak lagi berjalan secara sehat, dunia politik yang mulanya sebuah dunia
profesionalitas berubah menjadi dunia oportunis yang dipenuhi para artis yang
tidak sedikit dari mereka tidak mengerti tentang politik. Padahal sudah seharusnya
orang-orang yang ingin terjun ke dalam dunia politik tidak mau tidak harus
mempunyai pengalaman minimal dalam bidang hukum dan politik. Konsep demokrasi
yang digagas oleh Tan Malaka menganjurkan agar semua person tidak terjun dalam
dunia politik. Menurutnya tak ada masalah terkait partai dan pemilu, namun
tetap harus ada batasan-batasan bahwa hal yang harus didahulukan adalah
kepentingan sosial dengan tidak menjadikan kepentingan individu masuk ke dalam
dunia politik.
Ketika
teman-temanku ditanya soal parpol yang berburu artis atau sebaliknya ada yang
menjawab kurang-lebih demikian, Dalam beberapa hal yang utama mungkin bagi
mereka nama dan dana, lagipula tidak mungkin mereka ditawari iming-iming biasa,
wong dunia artis lebih banyak menhasilkan duit.
Ada
juga yang menjawab bahwa keduanya sah-sah saja dalam dunia perpolitikan.
Terkait parpol yang memburu artis, hal ini tentu berkaitan dengan pencitraan,
dan itu satu hal yang wajar dan tidak haram dalam perpolitikan, sebaliknya ia
juga menanggapi artis yang terjun ke politik itu boleh-boleh saja, konstitusi
pun membolehkan warganya turut serta dalam pemerintahan dan diakomodir dalam UU
HAM mengenai hak berpolitik, selama dia seorang yang kredibilitasnya tinggi,
kapabilitasnya dan kompetensi di bidangnya. Ia jua menegaskan bahwa parpol
punya hak untuk memburu siapapun yang dapat meningkatkan elektabilitas
partainya. Yang menentukan siapa yang bakalan masuk dalam pemerintahan? Ya
masyarakatnya yang harus memilih secara cerdas atau sebaliknya.
Ketika
ditanya tentang batasan dalam demokrasi di Negara ini, ia dengan lantang
menegaskan bahwa itu bukan demokrasi konstitusional seperti yang ada saat ini,
kalau ada batasan itu jelas demokrasi otoriter. Pun jua ketika ditanyakan
tentang peran parpol memberi pendidikan politik itu agak susah, karena tidak
sedikit juga masyarakat yang apatis terhadap politik, melihat saking banyaknya
conflict of interest di Negara Indonesia tercinta ini, ia menegaskan bukan
hanya parpol namun juga Negara mempunyai peran urgen dalam hal ini.
Adapula
yang mengatakan bahwa memang keadaannya seperti itu, a da yang benar-benar
kompeten di bidangnnya, niat yang mulia, tapi beberapa bahkan major mungkin
niat utamanya sudah terdistorsi niat beradaptasi di dunia modern. (Uang, uang,
dan uang).
Tulisan ini terinspirasi karena berita-berita di
televisi yang saya tonton dan beberapa surat kabar yang saya baca.
Kau masih ingat kasus daging impor sapi, kasus TNI vs POLRI dan
kasus korupsi yang engkau elu-elukan tiap hari-harimu? Teriaknya kepada Bambang,
ya kali ini si Brambang meneriaki Bambang saat ia menyepelekan hal-hal yang
justru mempunyai peran urgen dalam kebijakan pemerintah yang ia ambil. Brambang
berteriak “yes aku berhasil memalingkanmu untuk lebih perhatian kepadaku, kau
baru sadar aku punya peran penting dalam hidup ini” hah?
Setelah menjadi momok yang selalu menakuti bawang putih, kini
justru Brambang bersahabat dengannya, ia tak lagi mementingkan siapa yang
paling dicintai ibu-ibu rumah tangga, pedagang sayur, dan penjual penyetan, hingga
pemerintah. Dan kini jelas Brambang berkomplot dengan si putih untuk melawan
rezim si Bambang, ia bilang kepada
bawang putih kalau kamu berani menaikkan harga jualmu, kenapa aku tidak?.
Miris memang saat mengetahui kedua bawang ini tiap hari harganya
makin melonjak, mencekik para ibu-ibu rumah tangga, pedagang sayur dsb. Di lain
sisi memang ini amat sangat menguntungkan bagi para petani bawang, khususnya
Brebes yang terkenal dengan Brambangnya. Tapi di sisi lain bisa jadi ini
permainan para petani ekslusif, (red:petani=pengusaha besar) Para petani desa pun
ikut meneriakkan hak-haknya, “hai Bambang mengapa kau menyalahkan kami?
Bukankah kau yang inginkan pembatasan barang-barang yang berbau impor? Bukankah
ini kebijakan yang kau ambil? Tak tahu mengapa semua pihak memprotes, melawan
rezim si Bambang yo (red:SBY), mungkin lebih karena ia selalu menjadikan rakyat
sebagai korban dari kebijakan pemerintah yang salah.
Di Jakarta harga brambang menyentuh angka 50rb rupiah/kilogram,
sedangkan si putih mencapai 100rb rupiah/kilogramnya, di Jogja brambang
menyentuh angka 60rb rupiah/kg. Dan saat kami kau anggap tak pernah ada, saat
kau lebih mementingkan korupsi daging sapi, tomat dan cabe, kini kau tiba-tiba
menggugat kami, kau salahkan kami saat kau tak pernah mau menanam (memproduksi)
sendiri, giliran kami meraup keuntungan besar, kalian bilang petani Brambang
mendzholimi pemerintah. Terus dimana pemerintah saat kami merasakan kegagalan
panen, saat kami kalah karena ulahmu yang lebih mengandalkan barang-barang
impor, ulah kita yang lebih mementingkan fluktuasi harga barang-barang elektronik
seperti (i-pad, gadget, computer, laptop, dsb) dimana kalian semua? Saat kami
dianggap tak pernah ada? Kini saat kami datang mencekik, kalian tiba-tiba
datang berteriak dan meminta maaf kepada kami, minta maaflah kepada mereka yang
selalu mengurusi kami saat kami dianggap hal yang sepele, tapi jangan pernah
sekalipun kau meminta maaf kepada si Bambang yo (red:SBY).
Semoga kita sadar dan tidak pernah menyepelekan hal-hal yang
justeru mempunyai perang yang sangat urgen dalam kehidupan ini. Mungkin ini
imbas dari kemarahan bawang putih kepada brambang yang selama ini menyakitinya,
kini ia membuktikan bahwa ia lebih pedih daripada brambang. [el-fath]
Yogyakarta,
14 Maret 2013
Aaaaarrrrrrgggghhh
………………..
Cerita sobat
karibku yang sedang fokus mengurus skripsinya. Ia bilang hari ini calon imamnya
dan orang tuanya datang ke rumah, dan Alhamdulillah kita sudah menentukan
tanggal pernikahan kita, lha aku kapan aku mulai memberanikan diri lagi untuk
mengkhitbah pujaan hati, setelah kejadian dulu, justeru aku malah ditinggal
menikah untuk kedua kalinya, rasanya semakin hancur lebur hati ini, ya hancur
berkeping-keping, Bolehkah aku bercerita? Mula-mula ia sekedar hanya ingin tahu
atau mungkin sok akrab denganku, tanya sana-sini, ini-itu, dan kini ia mulai
berani mengungkapkan perasaan itu, aku menghargainya, entah karna rasa yang
sama atau sekedar tak ingin membuatnya sakit, apakah aku PHP-in dia atau apa
istilahnya aku pun tak tahu….
Apakah ia
benar-benar yang Tuhan telah pilihkan untukku? Tapi aku tak pernah merasa
seperti yang dulu aku rasakan kepadanya, pada seorang putri yang biasa aku
panggil Bulan, tak tahu mengapa, rasanya ini rasa yang salah, aku tak pernah
sedikitpun merasa ada keharusan untuk merebut hatinya seperti yang kurasa dulu,
mengapa ini terjadi lagi? Bukankah itu hanya kamuflase? Apakah memang sudah
takdir bagiku yang hanya bisa mencinta, tanpa untuk dicinta? Berjuta Tanya
kembali hadir di kepala yang rasanya semakin pecah….
Tak terasa sudah
setengah abad menjalani kehidupan ini, tak terasa sudah tiga tahun menginjakkan
kaki di Jogjakarta. Begitu banyak pengalaman dan pertemanan baru kualami, aku
tak merasa dapat apa-apa, dari enam semester ini belum banyak yang aku dapat,
aku belum bisa bahagiakan wali yang telah biayai kuliahku selama ini, belum
bisa bahagiakan orang tua yang selama ini menyebutku dalam lantunan do’a yang
tulus mereka panjatkan kepada-Nya untukku. Aku masih tertipu dengan perasaan
sendiri, merasakan sedih berkepanjangan.
Tapi setidaknya
aku tahu, cinta sejatinya selalu seperti uang logam yang memiliki dua sisi dan
semuanya saling berkesinambungan, saling melengkapi, aku tak mau lagi
memberikan janji manis namun palsu, tak ingin lagi untuk benar-benar yakin
bahwa kau terbaik untukku, bahkan bertemu sekali pun tak pernah, kita hanya
dipertemukan lewat foto dan suara, dan kita tak pernah tahu karakter dan
perasaan masing-masing. Cinta datang tidak tiba-tiba. Karena itu jelas bukanlah
cinta melainkan nafsu semata yang tak pernah tahu batasan etika, batasan norma
yang ada. Aku paham ini memang baik, apalagi pacaran setelah menikah, namun
sebelum menikah ijinkan aku mengkhitbah dengan caraku sendiri, jangan kau debat
aku dengan caramu, bahkan satu pendapat saja kita tak tak pernah se-iya sekata.
Lalu kau yakin ini cinta, setelah kau ungkapkan semua, pertemuan sepintas lewat
dunia maya kau menilaiku dengan cara seperti apa? Semua yang kamu ungkapkan
jelas hanya rasa ingin dimanja dan ingin diperhatikan, bukan karena untuk
menjadi ma’mumku. Aku pun tak pernah tahu rasa apa yang ada dalam benakku ini,
benarkah cinta? Atau hanya sekedar rasa kasihan belaka? Tak tega melihat kau
seperti ini, tak tega melihat engkau disakiti melulu, ini jelas rasa kasihan,
rasa bukan karena cinta, namun lebih karena saying seorang kakak kepada
adiknya, tidak lebih-tidak kurang. Aku tak pernah merasakan hal yang lebih
kepadamu, tak pernah sedikitpun……….
Maafkan aku….
Oleh: Assa
El-Fath
"Maraknya
kasus anarkis yang terjadi dalam Pemilwa dua periode akhir-akhir ini tidak
hanya menyeret sejumlah nama partai mahasiswa yang masih aktif sampai para
mahasiswa yang datang hanya saat Pemilwa dilakukan, yang hanya merusak budaya
belajar berpolitik di kampus putih yang pro demokrasi dan justru sering
meyakiti hati civitas akademik.
Bukan
hanya karena kecewa dengan mental para pejabat kampus yang berdiri untuk satu
golongan tertentu, namun juga kecewa atas buruknya sistem pengawasan atas
pelaksanaan operasional sebuah miniatur bangsa dalam kampus. Apalagi
akhir-akhir Pemilwa ini marak dibahas mengenai penggelembungan suara pada saat
Pemilwa yang hanya menjadikan saksi sebagai boneka yang hanya bisa melihat
proses pencoblosan di balik bilik kotak suara. Para pemilih yang melakukan
curang bisa melenggang bebas kembali setelah menuntaskan misi tersebut, ya misi
penggelembungan suara atau penggemblungan suara (pembodohan).
Sejak itu
anggapan bahwa Pemilwa yang anarkis dan
terkadang rasis sudah menjadi budaya kampus yang kian populer. Rangkaian
kata-kata tersebut seolah seperti sebuah kalimat sakti yang kebenarannya masih
dapat kita buktikan hingga detik ini. Sejak pemilwa ini diadakan kerap kali
terjadi kerusuhan, masih teringat lekat dalam ingatan kerusuhan Pemilwa 2005
yang pada waktu itu masih dikenal oleh masyarakat kampus IAIN, kemudian tahun
2010 kemarin tidak sedikit terjadi gesekan antar golongan, EGM dan partai
mahasiswa yang berpartisipasi dalam pemilwa. Memang pada masa itu tidak banyak
terdengar kabar ada mahasiswa yang diseret ke pengadilan atau masuk bui karena
kasus pemilwa. Akan tetapi, karya sastra ternyata lebih jujur dari manusia.
Karya sastra mampu merekam sejarah dan menyimpan sejuta cerita dalam
dokumentasi perjalanan kampus putih ini.
Yogyakarta, 17 Januari 2013
Setetes cinta yang tertawan Dan benih
kasih yang tersipu. Berbalut asa dan doa. Cinta bukan hanya rangkaian dua hati
bukan pula pertautan dua jiwa. Namun ia
adalah pertanggungjawaban. Hingga tibalah tiupan ruh Jadilah,... Maka jadilah
kamu!
Adindaku
terkasih,... ^_^
Tak
ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi di depan nanti. Bahkan ketika
kedipan mata serta hembusan nafas yang keluar dari tubuh fana hilang dihisap
oleh alam sekitar. Kita tak pernah tahu apakah masih ada kesempatan untuk
sekali lagi mengedipkan mata. Bahkan kita tak bisa menjamin pada diri sendiri
untuk sekedar bisa menarik nafas yang sama pada detik berikutnya, kecuali hanya
dengan izin Sang Empunya hidup hingga Allah Subhaanahu wa ta'ala memberikan iradah-Nya.
Dan sesungguhnya, takdir jualah yang telah menuntun kita dan mempertemukan kita
hingga di titik ini. Maka begitulah yang telah terjadi di saat itu. Masa- masa
di mana benih cinta kita akan dipersatukan dalam sebuah ikatan yang sakral,
ikatan bentuk pengejawantahan cinta hakiki, yakni ikatan pernikahan. Hingga
Allah Subhaanahu wa ta'ala pula yang telah menciptakan dan menumbuhkembangkan
benih suci dari buah kasih itu bersama hujan cinta-Nya. Kemudian kau telah
mengalami suatu masa disaat semua menjaga
serta merawatmu dari detik ke detik dalam pelukan rahim kasih sayang. Lalu
waktu pun terus berlalu sampai tiba sebuah hari saat semua orang di sekeliling
berharap-harap cemas saat menantikan kehadiranmu. Adindaku kini kau telah
beranjak dewasa sama seperti diriku, Semoga pertemuan ini selalu menjadi nikmat
bagiku dan berkah bagi kita semua.
Pagi
ini tak seperti biasanya, kali ini langit menggambarkan mentari seakan ingin
memuntahkan siluet-siluet cahaya, bertaburan menerangi alam ini yang telah lama
tak merasakan hangat sinarnya. Tepat jarum jam tangan menunjukkan arah angka
08.00, Schedule mengikuti seminar Internasional tak kusia-siakan, tinimbang
berdiam diri di kamar tak ada kerjaan, niatanku ba’da dzuhur nanti datang ke
PKSI untuk menanyakan password Gerbang Wi-fi UIN yang aku lupa, karena tak
pernah memakainya, tapi syukur semua terlewati begitu mudahnya, lewat telephone
aku selesaikan masalah itu tanpa harus repot datang ke PKSI. Di kampus aku berpapasan dengan temanku cewek
yang bermobilitas tinggi, cukup perfect dalam bidang keilmuan, mungkin karena
lebih sering baca buku, berita pun aktual tak pernah ketinggalan, satu hal yang
diingat dia nge-fans berat sama Dekan FSH. Seiring berjalannya waktu, pagi pun
berubah menjadi siang, tapi satu hal yang tak bisa dilupakan, kali ini langit
tak lagi memancarkan cahaya kedamaian, kali ini langit mendung, awan pun tertutup
oleh kabut yang memang sengaja menutupi dan enggan berpindah dari tempatnya.
Suasana langit pun berubah, seakan memuntahkan percikan-percikan hujan yang tak
mampu dibendung oleh benda apapun. Hujan pun turun tak terelakan lagi, tepat saat
adzan sholat dzuhur berkumandang, akupun bergegas meninggalkan segala pekerjaan
guna memenuhi panggilan suci, pangilan yang menggetarkan jiwa dalam dada, senantiasa
memperbanyak do’a dan dzikir kepadanya, meminta semoga Adinda memang benar
jodohku dan tak akan tertukar lagi, mengharap kita terikat dalam ikatan suci
yang menggabungkan dua jiwa, mempertautkan dua hati dalam ikatan cinta sejati,
bernama Pernikahan. Aku berharap tahun depan kau sudah siap, bukan karena
mementingkan egoku, aku tetap ingin kau menjadi seorang Hafidzah dan tak akan
kuhalangi niat tulusmu dalam menghafal Al-qur’an, Semoga kita tak pernah
kehilangan kepercayaan dan komitmen dalam Long distance relationship ini …….
Aamiin.
Yogyakarta 19 januari 2013
Ketahuilah Adindaku,...!
Kini kau semakin beranjak dewasa, kau bukan lagi
seorang gadis kecil yang tak tahu apa-apa.
Kini Kau sedang hidup pada sebuah zaman di mana waktu dan tempat yang
seolah telah menjadi sebuah dimensi yang serba mudah diakses. Tak ada yang tak
diketahui oleh siapapun tentang sesuatu yang sedang terjadi di belahan bumi
lain pada saat bersamaan. Berbagai macam kecanggihan tekhnologi telah
memungkinkan siapapun untuk menyampaikan apa yang diinginkannya pada orang
lain. Termasuk fasilitas informasi serta telekomunikasi yang telah berkembang
dengan sedemikian cepatnya. Maka telepon genggam (handphone), televisi, radio,
sampai dengan internet telah menjadi sarana yang umum di dalam menyebarkan
informasi sekaligus propaganda. Arus informasi yang berasal dari segala macam
sumber dan kepentingan akan sangat mudah membentuk kepribadian serta pola
pikirmu bila kau tak memiliki benteng yang kuat. Belum lagi dengan fenomena
kemunculan media-media cetak tak bermoral yang semakin hari semakin mudah ditemukan
di jalanan. Majalah, surat kabar, tabloid, sampai dengan komik dan novel yang
berjejer manis cuma berisikan gossip-gosip yang dibungkus sedemikian rupa juga cerita-cerita
hasutan bagi jiwa serta impian semu. Dan itu bisa sangat mudah untuk kau dapatkan
di setiap tempat. Akhirnya, kenyataan itu hanya semakin menambah runyamnya
wajah duniamu saat ini. Kau pun juga harus mengerti bahwa masyarakat yang ada
di sekitarmu adalah sekumpulan orang-orang yang ‘sakit’. Masyarakat yang tampak
baik-baik saja itu sebenarnya adalah sebuah bangunan rapuh yang bisa
dihempaskan dengan mudah kapan saja, bahkan oleh tiupan angin yang lembut
sekalipun. Mereka terjajah dengan kecanggihan tekhnologi, salah memanfaatkan
fasilitas ini, yang justru mengacaukan
perkembanganmu menjadi pribadi yang ‘akil baligh’ tidak hanya dewasa
kerna usia namun juga perlu menciptakan pribadi yang terbentuk pola pikir yang
kreatif, inovatif dan dinamis.
Yogyakarta 16 Januari
2013,
Cuaca siang
kali ini melukiskan apa yang kurasa, panas berkalut mendung seakan langit ingin
menumpahkan air hujan ke bumi ini, seperti biasa jika liburan semester telah
tiba, apa yang kutakutkan terjadi lagi, padahal baru kemarin rasanya berkumpul,
bersenda gurau bersama, mengitari kota Yogyakarta menuju Klaten. Belum hilang
memori indah hari kemarin. Tapi kini kesendirian hanyutkanku dalam sebuah
lamunan. Aku rasa malam ini tak seindah malam kemarin. Sapu batinku meluruh, tatapmu
sekilas dan sungguh, bersama engkau aku hanya kepala tanpa rencana, telanjang
kata-kata, Sunyi……
Sempat
terucap dalam hati “teman sejati menangis ketika Anda tinggalkan,
sementara teman-teman palsu meninggalkanmu ketika Anda menangis” sebuah
kalimat yang berarti jawaban apa yang ada dalam hati dan pikiran. Satu persatu
mereka bebas datang dan lebih bebas lagi pergi, tak ada alasan melekat untuk
kau mengikatnya apalagi untuk mengguruinya, mereka bebas tentukan akal dan
pikirannya sendiri meski terkadang ada sesak dalam dada, mereka mendekat saat kita dibutuhkan, mampir sesaat dalam
ingatan saat kita berikan sebuah keuntungan. Pagi ini banyak sekali aku membuat
schedule untuk hari ini, berharap tidak ada lagi waktu yang terbuang sia-sia,
tapi apa mau dikata hari ini tidak sejalan dengan schedule yang aku miliki.
Ketika adzan dzuhur berkumandang datanglah seorang teman mengajakku untuk pergi
ke sebuah tempat pemancingan, “moro seneng” nama tempatnya berlokasi tidak jauh
dari kampus di daerah Babarsari. Tanpa berfikir panjang langsung aku iya-kan
ajakan temanku dan kukirim sms ke
teman-teman lainnya yang isinya ajakan pergi refreshing otak. Saat itu kami
berjumlah 9 orang (7 laki-laki dan 2 perempuan), setibanya di lokasi dengan
sergapnya kami langsung menuju tempat sewa alat pancing dan segera menuju
sungai dan tambak yang tersedia, banyak ikan yang kami dapatkan sekitar 20-an
ekor namun karena jumlah uang yang pas-pasan kami hanya mengambil 9 ekor menyesuaikan dengan jumlah orang yang hadir.
Satu hal yang kuingat tak satupun ikan yang kudapat padahal seringkali datang
kesana dengan agenda yang sama “memancing” namun kali ini aku merasa gagal
karena tak satu ekorpun kudapat apakah ini buah kesialanku atau memang aku tak
bakat dalam hal memancing ikan tapi lebih bakt memancing emosi. Hehe…….
Setelah
kami merasa sudah cukup, kami langsung antar ikan menuju dapur untuk dibakar.
Terucap dalam hati “2,5 kg (dua setengah kilogram)” jumlah yang cukup untuk
kami sembilan sahabat dengan program studi yang berbeda-beda, walaupun tidak
sedikit prodi kami Ilmu Hukum lebih mendominasi baik dari kuantitas pada waktu
itu apalagi bicara kualitas untuk makan dalam porsi yang besar khususnya aku.
Kala sore tiba pun jua bersamaan datangnya hujan yang cukup begitu deras dan memaksa
ikan muncul dari dalam peraduan kolam. Sempat bergumam dalam hati mengapa saaat
mancing tadi tak satupun ikan yang mendekati kail pancingku. Apakah karena
kurang pengalaman atau memang karena ikan tahu kegalauan hati ini yang tak
pernah berhenti sejak pagi tadi.
Mas-nya
minum apa? Mbak² penjual membuatku sadar dari ketermanguanku karena
pertanyaannya. Dengan gugup aku menjawab es-teh ya mbak. Setengah jam berlalu,
tak terasa makanan dan minuman pesanan kami datang diantarkan ke tempat kami
bercengkrama bertepatan dengan meredanya hujan, tanpa aba-aba dengan cepat
semua mengambil piring satu persatu kemudian memilih ikan yang paling besar. 20
menit kemudian semua yang telah kami pesan habis, tersisa satu centong nasi dan
satu cup sambel bawang yang pedasnya bisa disebut sambel setan dan membuat
manusia yang memakannya tobat akan sambel tersebut. Terlintas dalam hati
setelah semua lapar berubah menjadi kenyang kami bergegas pulang karena hujan
pun sudah reda. Setelah semua selesai aku menuju kasir tuk meminta bon makan,
rasa takjub melihat harga yang tertera dalam bon seraya berkata “amazing buat
hari ini sekali makan 15rb rupiah” seakan hati menolak tapi apa mau dikata yang
dipesan sudah habis dimakan, kepalaku pusing tak karuan melihat uang di dompet
pas-pasan. Bagaimana dengan uang bulananku? Yang kuingat hanya tersisa 100ribu
di ATM, mana baru pertengahan bulan !!! Haisshhh bagaimana solusinya? Sedikit
penyesalan dalam dada tapi tak apa nasi sudah menjadi bubur, let’s gone be by
gone’………..
Setibanya
di kost, teringat pakaian yang ku rendam pagi tadi belum aku cuci… semakin
malas saja jalani hari ini, tapi tak apa semoga semua ada hikmahnya, Aamiin…..
Dengan cepat ku bergegas menuju kamar mandi karena teringat belum melaksanakan
kewajiban sholat Ashar, seusai sholat kulanjutkan mencuci pakaian yang kurendam
pagi tadi yang tak mungkin aku bawa ke laundry langgananku. Satu jam kemudian
semua pakaian sudah kucuci, hanya tinggal menjemurnya. Selesai menjemur,
kulihat ada seorang gadis lewat depan kost-ku tersenyum ia menatapku, dalam
bathin berkata “ini cewek siapa? Kok nggak pernah lihat”. Kulihat raut wajahnya
putih merona, bukan karena bedak kosmetiknya, aku yakin seyakin-yakinnya. Raut
wajah yang natural, bercahaya, dalam benak hati berkata: mungkin karena
“dawaamul wudhu” (membiasakan berwudhu) jadi putih bercahaya bak seorang
bidadari turun dari surga. Sore itu kesetiaanku kembali diuji oleh-Nya apakah
aku tetap setia dengan adinda di Banten sana, ya Allah ampuni hamba-Mu ini….
Jika ia jodohku maka jodohkanlah, jika ia tidak berjodoh denganku semoga Engkau
berikan ia yang lebih baik dari hamba-Mu yang penuh dosa ini, berikan ia yang
terbaik dan selalu membuatnya bahagia. Aamiin…. To be Continue
Musim
penghujan bulan Desember di penghujung akhir tahun 2012, sejak malam gerimis
itu datang membuncah membungkus tiap kota. Puluhan Kota Besar seperti Jakarta,
Yogyakarta, Banyuwangi, Bali dan Malang dipenuhi ribuan lautan manusia yang
datang untuk merayakan puncak malam pergantian tahun baru, gemuruh suara
dentuman petasan dan terompet seakan menghayutkan lautan ribuan manusia akan
keindahan eksotisnya dunia malam. Semoga bunyi tersebut bukan niatan untuk
mengalahkan suara gemuruh petir yang juga datang bersama rintik hujan yang tak
diundang
Pagi itu dingin sekali, suasana semalam masih
terasa. Aku berlari-lari kecil, menuju halte dekat kost-an. Hari pertama kuliah
tahun ini, 2013 Sekaligus senin pertama tahun ini, aku ujian akhir semester
dengan materi ujian Peradilan Militer, walau sifat ujian kali ini open-book
namun tetap saja banyak dari teman-teman mahasiswa yang tidak percaya dengan
jawabannya sendiri. Kebiasaan mencontek di SMP-SMA dulu turun temurun membudaya
bahkan hingga cucu anak mereka kelak. Mereka tak peduli akan suatu nilai
proses, serba instan yang jadikan mereka mahasiswa yang kurang respect dengan
hal-hal yang tidak menghasilkan keuntungan atau nilai materi tersendiri bagi
mereka.
Langit
kota Jogja kini terlihat muram, tidak seperti biasanya, awan kehitam-hitaman
menggantung, Aku berbisik pelan semoga hari ini tidak berjalan menyedihkan dan
membosankan. Disamping itu, aku
melihat dirinya di kampus tadi tampil
begitu memukau dan membuatku terpesona, ia tampil lebih feminin, berbeda
seperti biasanya yang tampil urakan, tomboy dan tidak peduli dengan orang
sekitar. Mungkin ia menyadari bahwa tahun-tahun sebelumnya banyak stigma
negatif tentang dirinya yang tak terbiasa mengurus orang lain apalagi mengurus
suaminya kelak, lha ngurus sendiri aja belum becus, untuk yang satu ini, “berdandan
(red; bersolek). Percaya atau
tidak itulah yang terjadi. Ia sosok wanita yanag datang dalam kehidupanku
begitu cepat tanpa dimulai dengan sapa dan tanya, ngerasa langsung akrab aja
padahal belum pernah tahu karakter dirinya seperti apa. Dan Inilah awal kisah
menyedihkan itu ……………………..
#
Pagi
itu seisi bus terlihat muram, mungkin setelah liburan akhir tahun yang
menyenangkan, kembali beraktifitas seperti kuliah, kerja dan segalanya bukanlah
hal yang bisa membangkitkan antusiasme. Belum lagi kenangan yang terjadi di perayaan
malam penutupan akhir tahun 2012 jelang tahun baru kemarin, membuat mereka
jengah dan enggan untuk kembali beraktifitas seperti biasanya. Begitupula
dengan diriku yang masih merasa kurang dengan waktu liburan yang disediakan
oleh kampus. Rasanya baru kemarin datang ke Banten, sekarang sudah dituntut
untuk kembali ke Jogja untuk melanjutkan kembali perjuangan yang tertunda.
#
Setelah
ujian Peradilan Militer aku langsung turun menuju lantai 3 untuk menunaikan
Sholat Dhuha yang belum sempat kulaksanakan pagi tadi, rasanya ada yang kurang.
Setelah menunaikan sholat dhuha aku tergesa-gesa menuruni puluhan anak tangga,
hampir saja aku terjatuh dan bakal menjadi bahan tertawaan satu kampus,
beruntung ia menahan tanganku hingga dirinya pun hampir terperanjat bersamaku.
Kuucapkan terima kasih kepadanya, ia hanya membalas dengan senyuman dan berkata
lirih “lain kali hati-hati”. Disitu aku merasakan ada tatapan yang
berbeda, tatapan yang berarti harapan, tatapan dari mata seorang wanita yang
membuatku terpenjara karena mata indahnya, tertambat hatiku karenanya. Tidak
hanya cantik paras wajahnya namun cantik pula perilakunya. Sempat berkata dalam
hati berdo’a “semoga ia menjadi istriku kelak”. Setelah kejadian itu, aku makin
bersemangat pergi ke kampus hanya untuk melihat mata indahnya, walau sebenarnya
hari ini tidak ada jadwal ke kampus aku tetap datang menanti dirinya melintas
di depanku, dua jam berlalu aku masih setia menunggunya berharap ia datang
namun hingga hari petang ia tak kunjung datang, aku pun merasa ada hal yang
janggal setelah kejadian ini. Besoknya aku kembali datang berniat melihat
dirinya di kampus tapi hingga seminggu ia tak kunjung datang, apakah ia sakit?
Apakah ia marah kepadaku? Aku mencoba mencari tahu kabarnya lewat
teman-temannya tapi mereka pun tak pernah tahu kabar dari si Zidna Ilma, ya
namanya Zidna ‘Ilma. Aku baru tahu, kutanya mereka alamat rumahnya, dan kudapati
alamatnya tidak jauh dari kampus. Aku berjanji dalam hati, setelah mengajar
sore nanti aku mampir ke rumahnya untuk mencari tahu kabarnya, tak kusangka ada
janur kuning depan rumahnya kulihat depan rumahnya tertulis Spanduk besar bertuliskan “Mohon Do’a Restu”. Aku
kaget sekali, aku jatuh tersungkur tak kuasa tuk melanjutkan membaca kalimat
tadi, namanya terpampang jelas sekali, tanpa kabar, tanpa undangan dia telah
menikah dengan seorang dosen yang amat kukenal. Apa yang harus kuperbuat?
Rasanya hati ini hancur berkeping-keping tersayat oleh sembilu yang sangat
tajam. Mengapa ia tega lakukan ini semua padaku? Mengapa begitu cepat harapan
ini hancur musnah? Padahal baru minggu kemarin rasanya ia memberi sinyal
harapan untuk meminangnya, tapi mengapa ini yang terjadi?
#
Seminggu
kemudian kutelusuri dan kucari info tentang keluarganya, ternyata ia dipaksa
menikah di usia dini karena keluarganya terlilit hutang dan apesnya dia yang
menjadi korban dari kebiadaban rentenir dan orang tuanya yang sebenarnya tak tega
terpaksa menjual anaknya untuk menebus segala hutang-hutang keluarganya yang
semakin bertambah karena bunga dari hutang tersebut. Apa yang harus kuperbuat
sedangkan aku saja untuk kehidupan sehari-hari masih harus bekerja part-time di
luar sana. Tak mungkin aku datang mencoba menjadi pahlawan kesiangan membayar
lunas hutang-hutangnya.
Sempurna
sudah tiga bulan setelah pernikahannya aku tak pernah berbincang dengannya,
hingga suatu waktu ia mendatangiku dan menceritakan semua tentang kehidupannya
dan keluarganya. Ia terpaksa melakukan itu semua demi membalas budi orang tua
yang telah mengasuhnya sejak kecil, ia sebenarnya ingin berontak tapi apa daya,
nasi telah menjadi bubur. Semua telah terjadi tanpa pernah ia meminta dan
mengharap. Semua skenario kehidupannya telah diatur oleh Sutradara yang Maha
Agung dan ia menerima semua itu dengan lapang dada, ikhlas tanpa mengaharap
balas. Tak kuasa diri ini meneteskan air mata yang mengalir deras bak hujan yang
tak kunjung reda bulan ini setelah tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Bulan
April masih sama dengan musim penghujan, sejak malam gerimis itu datang
membuncah membungkus tiap kota, memaksaku meringkuk berbaring di kamar kost, memandang hujan lewat jendela begitu
derasnya, pada akhirnya semua hanya kembali pada satu hal yang nyata, tak ada
hidup tanpa jarak dan tanya merama-rama. Semua hanya kamuflase dunia yang tak luput dari harap dan dosa semata.
El-Fath
Langganan:
Postingan (Atom)