T(w)itit!
Gue mulai dari baca T(w)itit! – Djenar Maesa Ayu, adalah kumpulan cerita pendek Djenar dan ini buku pertamanya yang gue beli. Beberapa waktu lalu sempet nonton “Mereka Bilang, Saya Monyet!” yang diangkat dari cerpen Djenar juga. Waktu baca di cerita pertama, ternyata nama tokohnya adalah Nayla, di cerita berikutnya pun Nayla. Nah, gue agak bingung, ini cerpen atau novel? Ternyata eh ternyata memang cerpen, cuma Djenar memang selalu menggunakan tokoh Nayla di setiap cerpennya. Ini unik banget, pikir gue. Mengenai Nayla, salah satu temen emang pernah baca novel Djenar yang berjudul Nayla, jadi gue mangambil kesimpulan Djenar menggunakan nama itu sebagai hmm ciri khasnya dia. Hehehe sok tau banget ya :p
Yang gue suka dari tulisan beliau adalah ada nadanya, misal pada kalimat pertama bunyi akhirnya adalah ”-nya”, kemudian di kalimat kedua juga dan selanjutnya sampe di kalimat terakhir paragrafnya. Baru memulai alinea baru dengan nada yang beda dari sebelumnya. Gak bikin bosen ngebacanya karena beliau punya banyak kata-kata untuk ditulis dalam ceritanya. Wow! Cerpennya secara garis besar tentang kehidupan perempuan, dari mulai seorang anak perempuan, perempuan selingkuhan, ibu dari anak perempuan, penulis perempuan, pokoknya segala perempuan!
(Sebenernya setelah baca Twitit gue baca Perkara Mengirim Senja dan di kata pengantar antologi cerpen persembahan untuk Seno itu, gue baru tau rupanya Seno itu menjadi inspirasi bagi Djenar dalam menulis tokoh, yang sering menggunakan Nayla. Kalau Seno tokohnya Sukab dan Alina. Waktu tau, gue langsung nyeletuk ”Oooooh, gitu toh!”)
Filosofi Kopi
Kedua, gue dipinjemin Filosofi Kopi-nya Dewi Lestari sama teman yang bernama sama dengan gue. Hehehe. Belum selesai semua sih, tapi sebanyak yang gue baca memang errrrrr…. touching! Mulai dari “Filosofi Kopi” (yang menurut gue menginspirasi temen gue si peminjam buku ini pengen punya kedai kopi), “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan semua prosa dalam buku ini. Ah, suka! Seperti dulu selesai baca Recto Verso, Madre, dan Perahu Kertas. Dewi Lestari tuh…. aaaaah, yah begitulah! Keren! Dan gue sedang mengatur waktu yang tepat untuk bacaPartikel! This weekend, I promise! :D
Gue inget perkataan dosen Penulisan Kreatif, waktu itu di kelas salah satu mahasiswa ada yang nanya mengenai cerpen sains-fiction (entah ini benar atau nggak penulisannya), apakah termasuk ke dalam fiksi atau nonfiksi. Jawabannya fiksi, tentu disertai riset. Nah, dosen gue menjelaskan bahwa Dewi Lestari adalah salah satunya. Beliau juga ngasih contoh karya-karya Dee seperti Madre tentang biang roti dan Filosofi Kopi tentang berbagai jenis kopi, termasuk dalam sains-fiction bidang kuliner. “Oh iya, bener! Gue baru ngeuh!” – kata gue setelahnya. Begitu kuatnya Dewi Lestari nih, gue inget salah satu kutipannya, ”Kalau mau satu, jangan ambil dua. Satu itu menggenapkan dan dua melenyapkan.” Hehehehe.
Sanubari Jakarta
Bacaan karya perempuan selanjutnya yang gue baca adalah Sanubari Jakartakarya Laila ‘lele’ Nurazizah. Buku ini adaptasi dari film ke buku. Kalo dari film ke novel namanya novelisasi, terus dari film pendek ke cerita pendek apa namanya? Cerpenisasi kah? Ah, yang jelas alih wahana lah ya. Gue emang sempet liat posternya di bioskop tapi gak tau kapan film itu diputar, tiba-tiba aja udah ada bukunya! Ya udah, mending gue baca bukunya, biar gak penasaran juga kan. Dan ketika baca…. JENG, JENG, JENG! I’m shocked. Dalam buku itu terdiri dari 10 cerita yang semuanya mengenai LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender). Sutradara dari film-film ini juga kebanyakan perempuan, 3 diantaranya yang gue kenal di TV tuh ada Dinda Kanyadewi, Kirana Larasati, sama Lola Amaria; mereka keren!
Setelah selesai sampai cerita ke-3, gue berasa gak kuat lagi. Percintaan sesama jenis dan ada beberapa hubungan yang gak wajar dalam buku ini ditulis dengan sangat detail. Errrr, kalo disuruh milih, mending gue baca cerita stensilan! Baca tentang gay aja gue ngerasa agak-gimana gitu, apalagi tentang lesbian. Gue cewek, ngebaca tentang percintaan cewek dengan cewek. Astaga! Kadang suka ternganga sama fakta yang ada. Gak jarang gue nyeletuk atau sekadar “iyuuuh” waktu ngebacanya tapi memang begitu adanya.. Gue belum nonton filmnya sih, jadi waktu baca bukunya ngerasa biasa aja. Oh iya, dalam salah satu cerita di sini, tepatnya di “Terhubung” ada bagian yang ngingetin gue dengan cerpen ”Sikat Gigi” dalam Filosofi Kopi-nya Dee. Gue agak kaget sih, kok bisa sama ya? Hehehe.
Larung
Next, I read Larung – Ayu Utami. Ini adalah dwilogi A.U setelah Saman. Udah lama banget gue cari buku ini, akhirnya nemu juga di perpus kampus. Dan mendapati covernya yang sama sekali nggak menarik. Ayu Utami itu keren juga! Hahahaha semua aja gue bilang keren. Gimana ya nulisnya? Bagian awal cerita memang langsung ke pengenalan tokoh Larung (sebelum gue baca novel ini, gue cari di KBBI arti kata larung, yaitu melepaskan. Kirain gak bakal jauh beda dari itu. Ternyata, salah besar!) dan kehidupannya. Dia membunuh neneknya dengan cara yang menurut gue keren. Pake ilmu kedokteran, tokoh Larung sebagai lulusan anak FK tau betul menyayat mayat yang baik. Emang sih, rada ngeri juga ngebayanginnya, ngebunuh nenek sendiri, motong-motong bagian tubuhnya, untuk nyari susuk si nenek. Ada ngeri antara sadis dan mistis.
Terus, ke bagian selanjutnya adalah kehidupan empat sekawan, Laila Gagarina, Yasmin Moningka, Cok, dan Shakuntala. Pertama yang menceritakan dirinya itu Cok dengan kehidupan liarnya. Buat yang mengira Saman dan Larung adalah novel vulgar, tentang seks, nah emang di bagian Cok cerita novel ini jadi sangat vulgar. Cerita pertemuan Laila, Saman, dan Sihar di New York! Aha! Agak rumit sih kisah cintanya mereka. Laila jadi selingkuhan Sihar, Sihar di New York sama istrinya, terus ada Saman yang jadi selingkuhan Yasmin, sahabat Laila. Nah, dulu Laila sempet nyimpen perasaan sama Saman. Kasihan Laila, Sihar milih istrinya, Yasmin sama Saman saling cinta, Laila malah didemeinin sama Shakuntala, sahabatnya, yang ternyata lesbian. Bingung kan? But, di akhir cerita lebih menceritakan tentang Larung yang kerjasama dengan Saman untuk ngebawa kabur tiga orang yang menjadi buronan di Indonesia. Pokoknya Larung keren, Ayu Utami terutama! Pasti beliau tau banyak banget tentang ilmu bedah, tentang supranatural, tentang penari, tentang intel, dan tentang dunia politik di Indonesia!
Nayla
Dan yang baru semalam kelar gue baca adalah Nayla karya Djenar. Akhirnya gue memutuskan untuk baca novel ini, waktu nyari Larung, ternyata nemu juga novel ini. Ya udah, gue pinjem deh, hehehe. Nayla menurut gue gila! Bisa pacaran sama cewek dan cowok, kehidupannya gak monoton, dan mengingatkan gue sama Titi Sjuman di film “Mereka Bilang, Saya Monyet!”. Alurnya memang maju mundur, tapi bikin ngerti. Tulisannya apa adanya Djenar, dalam novel itu ada cerpen, ada email-emailan, ada sms-sms, ada wawancara dengan media-media, ada headline di media cetak, serta ada dialog antara Nayla yang bidadari dan kuntilanak. Cool!
Jadi, dari sekian buku yang gue baca, semua gue bilang keren. Semua karya perempuan Indonesia dengan cara menulis yang berbeda. Bahkan setiap buku yang gue baca, pasti gue bilang keren. Emang mereka hebat, bisa nulis bagus, dan emang punya tempat di dunia penulisan! Aaaaah! Keren, keren, keren! Hehehe.
Sekian :)