Masih
teringat jelas dalam ingatan kita saat deklarasi capres dan cawapres 2014.
Banyak kemungkinan pasangan calon yang muncul pada saat Pemilihan Legislatif April lalu. Muncul 4
(empat) partai besar yang diunggulkan pada quick account. Partai
Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) yang menduduki peringkat pertama saat
pileg April lalu sukses menggandeng partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa,
dan Partai HANURA serta telah mendeklarasikan pasangan calon yang diusung yakni
Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla.
Jokowi
yang dianggap sebagai vote getter karena kredibilitasnya yang tinggi dan
ekspektasi rakyat kepadanya menjadikannya seperti dewa yang dielu-elukan
eksistensinya. Bermodal gemar “blusukan” saat menjabat Gubernur DKI Jakarta
membuat Ibu Megawati perlu mengingkari janji sucinya dan mengurungkan niatnya
untuk mendukung Prabowo Subianto menjadi capres dari partai Gerindra. Serta
memberikan mandat kepada Jokowi untuk menjadi capres dan mengusung “INDONESIA
HEBAT” bersama Jusuf Kalla mantan wapres periode 2004-2009 terpilih dan kini kembali
maju menjadi cawapres dari PDI-Perjuangan. JK yang juga menjadi ketua PMI
(Palang Merah Indonesia) membuat gerakan merahnya PDI-Perjuangan seperti merahnya
darah di PMI. J
Perang
urat syaraf semakin menggebu, karena musuh terberat yang harus dihadapi
Jokowi-JK adalah pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dimana pasangan
Prabowo-Hatta didukung mayoritas partai Islam yakni: Partai Amanat Nasional,
Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Bulan Bintang, serta partai Golongan
Karya (Golkar) yang menduduki peringkat kedua pileg April lalu menjadikan
mereka lebih unggul secara hitungan prosentase.
Jokowi-JK
dengan partai koalisinya mendapat sekitar 40% suara, sedangkan Prabowo-Hatta
dengan partai koalisinya mendapat 48% suara. Meskipun Jokowi didukung mayoritas
kaum Nasionalis dan kaum Jawa, serta Jusuf Kalla yang didukung kaum Nahdhiyyin
dan kaum wilayah Timur. Hal ini belum
cukup untuk mendongkrak suara mereka dalam hitungan prosentase koalisi.
Sosok
Prabowo yang dikenal tegas mengingatkan kita pada sosok Bung Karno, dengan
mengusung “Indonesia Mandiri Berdikari” menjadikan pasangan Prabowo-Hatta
seperti Soekarno-Hatta. Pengalaman Prabowo di kancah politik sudah tidak
diragukan, pasangannya Hatta Rajasa adalah mantan Menteri Perekonomian.
Menurut hemat penulis Presiden yang tepat
sesuai dengan keinginan rakyat adalah Joko Widodo, namun Presiden yang
tepat sesuai dengan kebutuhan rakyat
adalah Prabowo Subianto. Kedua capres ini
sama-sama memiliki nama
yang sesuai dengan dialektika Jawa yakni “NOTONEGORO”, hal ini merupakan
tonggak sejarah baru dalam Indonesia dimana pemilihan Presiden hanya diikuti
dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden